Pages

Wednesday, August 26, 2015

Tamara

Kalau ada orang yang harus saya kagumi karena kepintarannya, maka Tamara akan menjadi salah seorang di antaranya. Sejak saya mengenalnya kurang lebih 8 tahun yang lalu, dia selalu hadir dengan prestasi akademis yang membanggakan. Nilainya selalu cemerlang, terlebih kemampuan berbahasa asingnya yang tidak perlu diragukan lagi.

Kali pertama saya  mengenal sosok dengan otak brilian ini sewaktu saya duduk di sekolah dasar, kebetulan kami berada di bimbingan belajar yang sama. Di luar itu, kami tidak pernah bertemu sekalipun kami satu sekolah. Saat itu, tidak pernah terlintas di kepala saya kami akan menjalin pertemanan sejauh ini.

Ketika akhirnya seragam saya tak lagi rok lipit merah, saya tahu Tamara memasuki sekolah yang sama, tapi tidak duduk di kelas yang sama. Saat memasuki tahun kedualah, saya kembali bertemu dengan Tamara dalam satu ruang kelas. Dialah yang menjadi teman sebangku Asha selama 2 tahun. Mereka tampak seperti duo pintar yang tidak berusaha untuk terlihat pintar. Dan beruntungnya, mereka mau berteman dengan saya yang biasa-biasa saja.

Di antara kami bertiga, saya dan Tamara acap kali berbeda jalan. Tak jarang kami tidak saling menegur sapa karena ego masing-masing. Semua perang dingin itu untungnya selalu berakhir secara damai. Tapi, hal itu justru menumbuhkan rasa pengertian dalam diri kami. Saya tidak pernah menyesali adanya pertengkaran-pertengkaran itu, bukan berarti saya menginginkannya lagi. Hanya saja, saya puas, pertemanan kami tidak semudah itu, yang justru menjadikannya berharga.

Monday, August 10, 2015

Selalu Ada Surat yang Menunggu untuk Dibaca

Sumber: Goodreads.com
Judul Buku         : Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya
Penulis                : Dewi Kharisma Michellia
Penerbit              : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan              : I, Juni 2013
Tebal                  : 240 hal
Rate                    : 5/5



Buku dengan judul yang cukup panjang ini sebenarnya sudah pernah saya baca. Review ini saya tulis ketika saya membaca untuk yang kesekian kalinya, namun sedikit lebih seksama.

Ini merupakan setumpuk surat yang tak pernah sampai. Dari seorang wanita yang terlalu terpaku pada Tuan Alien—sahabatnya, berdua mereka menolak dunia, mengklaim bahwa mereka tidak sama dengan “manusia” lain di bumi. Segala tentang mereka amat mirip, mulai dari bentuk fisik hingga kesukaan. Sampai terucaplah sebuah janji, mereka akan melawan dunia bersama, dalam lingkaran pernikahan.

Wush!

Bak tertiup angin, Tuan Alien menghilang tanpa kabar hingga puluhan tahun. Entah melajang atau tidak “Aku” tak pernah tahu, yang “Aku” tahu, dia tidak ingin siapapun kecuali sahabatnya, Tuan Alien yang menerimanya dan mengerti dirinya. Terlepas dari itu, “Aku” memang tidak memiliki siapa-siapa. Kepada tuan pemilik toko buku langganannya, “Aku” menceritakan semua tentang satu-satunya sahabat yang ia miliki sejak kecil, yang kini bahkan tak ia ketahui keberadaanya. Sampai suatu saat sahabat sekaligus cintanya itu hadir dalam bentuk sebuah undangan pernikahan. Tuan Alien tak lagi menjadi alien-nya. Dari situlah, “Aku” mengawali berpuluh surat-suratnya.