Pages

Saturday, April 19, 2014

Karena Menjadi Kreatif Itu Sederhana

Judul Buku      : Sila Ke-6: Kreatif Sampai Mati
Penulis             : Wahyu Aditya
Penerbit           : Bentang, Yogyakarta
Cetakan           : I, Januari 2013
                          II, Februari 2013
                          III, Mei 2013
Tebal               : xviii + 302 hlm

Sinopsis lihat di sini.



“Jadilah seperti anak kecil, hilangkan prasangka agar tercipta karya-karya kreatif.”
 – Thomas Huxley

Kenapa harus takut menjadi kreatif? Sedang kreatif bisa merubah ketakutan menjadi kekuatan untuk menjadi orang yang produktif. Contohnya saja, kita bisa membuat gambar atau bentuk binatang yang paling kita takuti, beri sedikit sentuhan imajinasi menarik, kemudian aplikasikan di beberapa media, dan mungkin bisa menjadi barang yang memiliki nilai jual. Hasil yang akan kita dapat tergantung dengan bagaimana kita menggunakan otak kanan kita untuk menuangkan kreatifitas kita dalam wadah kosong. Bukan soal bila karya yang kita hasilkan berlabel masterpiece atau tidak, karena tidak ada karya yang bagus atau tidak bagus, yang ada hanyalah suka atau tidak suka. Begitulah yang diungkapakan oleh Wahyu Aditya atau yang biasa disapa Mas Wadit dalam bukunya yang berjudul “Sila Ke-6: Kreatif Sampai Mati”.

Mimpi Melanggar "Teritori"

Katanya, hidup berawal dari sebuah mimpi. Banyak persepsi tentang mimpi itu sendiri. Beberapa orang mengatakan, “Jangan bermimpi terlampau tinggi, kelak jatuh akan mendalam sakitnya.”, beberapa ada pula yang seolah menjawab pemikiran pertama, “Bagaimana kita tau bangkit, jika tak pernah jatuh sebelumnya?”, beberapa lagi malah mengatakan, “Gantungkanlah mimpimu setinggi-tingginya, karena percayalah kamu tidak akan jatuh sedalam-dalamnya.”. Atau yang lebih menggelikan, mereka yang menghadang mimpi orang lain, entah itu dengan kata, maupun tindakan.

Terkadang saya merasa lucu sekaligus prihatin melihat orang yang menertawai mimpi orang lain hanya karena mimpi itu berada di luar lingkarannya. Layaknya sebuah lelucon yang mustahil dan tidak masuk akal, mereka tertawa atas mimpi yang setinggi langit itu. Katakanlah mereka yang tertawa itu adalah orang yang merasa dirinya mampu atas segala hal, pun mimpi orang lain dia yang mengatur. Apa mereka harus bertindak sekejam itu? Bukankah mimpi itu harusnya indah dan tanpa beban? Kita bebas untuk menggantung mimpi di bentangan langit, di samping itu, yang perlu kita lakukan hanyalah mengusahakan agar mimpi itu tidak menjadi sekedar mimpi. Mereka yang tertawa sesungguhnya telah menghilangkan estetika sebuah mimpi. Membuatnya menjadi buram, tampak jauh di atas, sehingga si empunya mimpi tak mampu meraihnya. Seharusnya mereka yang tertawa itu mengasihani diri mereka sendiri karena tidak mampu bermimpi setinggi orang yang bermimpi di luar batas.

Saturday, April 12, 2014

Detik-Detik Sebelum Hari Senin

Assalamualaikum!

Hai, dua hari lagi sudah harus membayar 1080 hari di SMA dengan 3 hari UN. Gak nyangka, ya, saya sudah setua ini. *tertawa miris*

Yah, mungkin buat yang baca ini mikirnya, "Ini anak mau ujian bukannya belajar malah nge-blog, emangnya ntar keluar pas UN?", atau hipotesis lainnya. Ya, jujur aja saya sih mumet belajar, mau ngurangin beban di otak lewat nonton tv, malah makin stress, jadilah saya lari ke sini, itung-itung ada temen ngobrol walaupun satu arah. *ngeringkuk di pojokan*