Pages

Saturday, March 30, 2013

Role Play

Assalamualaikum~

Akhir Maret ini bulannya keteteran. Banyak event yang harus dipersiapin untuk bulan April mendatang, ditambah lagi tugas bahasa Inggris, bikin film pendek. FILM PENDEK. Mau panjang atau pendek kayaknya sama aja deh.

Sebenernya script nya udah hampir jadi, yaah udah taulah garis besarnya. Judulnya? Masih bimbang ngasih judul, yang ada di otak sih "Awan Above the Sky". Ceritanya? Ntaran deh diceritain kalo udah 50% ^^. Yang bikin pusing itu gimana proses editing nya, bikin opening sama endingnya. Aplikasi begitu yang aku bisa cuma "Windows Movie Maker" itu pun nggak terlalu ngerti. Jadi, istilahnya ini proyek coba-coba. Bayangin aja nilai ujian malah jadi bahan percobaan. Sableng!

Pemainnya sendiri ada aku, Rusdiy, Said, Tia, Rahma, Redian, sama Mia. Aku masih mikir mau dimana pengambilan gambarnya. Tapi, ya liat nantilah. Ntar juga selama prosesnya pasti banyak yang berubah-berubah. Yang jelas, sketsa awal untuk openingnya udah ada. Tinggal dipoles, jadi deh. Tadi juga udah mulai nyari-nyari soundtrack yang cocok sama tutorial nya. Herannya, itu video cepatnya bukan main, apa yang mau diliat coba?

Doakan kami sukses ya!

Medan, terkantuk-kantuk,
Love you!

Yas

Friday, March 29, 2013

Anti-Social?

Assalamualaikum. Jadi, hari ini, kebetulan lagi libur, sehari aja tapi. Nanggung yakan? Libur Jum'at, Sabtu tetep masuk. Maka daripada itu, aku hijrah ke rumah Yuli dari siang. Yuli ini temenku dari SD kelas 1.

"Namanya siapa?" aku nanya.
"Yuliandari." Yuli jawab.
"Oo, aku Tias. Tadi siapa namanya?" aku nanya lagi.
"Yuli." Yuli jawab lagi. Mungkin dia mikir buset dah ni anak masih muda udah tuli sama pikunan, cian.

Selama 6 tahun SD yang gitu-gitu aja, aku satu kelas terus sama Yuli. Awalnya, rumahku bukan di Wartawan, jadi pas Yuli tau aku mau pindah ke daerah situ, dia seneng bukan kepalang bak kedatangan artis. Pindahlah aku kira-kira kelas 4 atau 5 gitu. Jadilah, permainan rutin kami saling berkunjung satu sama lain tepat jam 4.

Masuk SMP, satu sekolah lagi, tapi beda kelas. Kelas 2 baru jumpa lagi, posisi duduknya pun oke, dia di belakang aku, ampuh buat ditarik-tarik tali sepatunya huehehehehe. Pas kelas 3 pisah kelas lagi, tapi ritual jam 4 masih tetep berlanjut hihihi.

Masuk SMA, kami pisah sekolah, tapi masih tetep keep in touch satu sama lain. Jadi, tetep tau kabar. Walaupun jarang jumpa, kami nggak kehilangan chemistry yang udah kami bangun selama 9 tahun lebih.

Jadi, tadi, pas aku datang ke rumahnya untuk yang pertama kalinya setelah ulang tahun dia tahun lalu, kami langsung bertingkah ala Teletubies, saling memeluk, meluluh lantakkan jarak yang terbentang di antara kami. *tsaah*. Kami manfaatkan waktu yang ada buat cerita melepas rindu. Perbincangan kami seputar kehidupan kami di SMA. bagaimana kami menjalani masa-masa putih abu-abu. Kami cerita gimana malesnya kami untuk kembali bersosialisasi. Mungkin anti-social?

Kami saling mengaku kalo orang yang sekarang lebih banyak yang nggak sejalannya daripada yang sejalan. Aku sendiri susah berbaur di kelas. Dia pun katanya gitu. Kami mikir, apa yang salah. Tapi, nyatanya ya emang gitu. Ngerti kan? Ibarat pintu yang belum ketutup rapet, belum "ceklik" dia. Ujung-ujungnya bekawan sama yang itu-itu aja. Kasihan. Terkadang ada poin-poin yang susah buat dijabarin kenapa kami menarik diri. Mungkin alasannya sederhana, tapi kami yang nggak tau membahasakannya.

Yah, begitulah kami. Berbincang kayak Ibu-ibu arisan. Tapi, kami senang. Bisa cerita sepuasnya, kayak baru pande ngomong.

Medan, kamar sendiri,
Muah,

Yas

Tuesday, March 26, 2013

Langit Timur

Aku tidak pernah bosan duduk di semen dingin sambil mengagumi langit timur kala pagi. Setiap pagi tak pernah sama polanya. Seolah itu penanda bagaimana hariku akan berjalan. Bukan ramalan seperti yang ada dalam majalah remaja. Hanya pengatur kondisi.

Aku menikmati nyanyian sendu angin pagi, dengan matahari yang kian tinggi, memamerkan jingganya. Terkadang dia muncul dengan bentuk bulat sempurna, terkadang memancar malu-malu di balik awan, membiaskan ronanya dari sela-sela gumpalan uap tersebut, terkadang hanya menyalurkan sinarnya saja, malah terkadang tak tampak sama sekali.

Sunday, March 24, 2013

Daun Kering Bulan Maret

Bukan pertama kalinya aku menapakkan kaki di lapangan kampus ini. Ini sudah yang entah ke berapa. Ekskul yang kugeluti mau tak mau mengharuskanku lebih sering melewati bidang tanah yang cukup luas tersebut. Lapangan hijau luas yang memiliki mungkin dua pasang gawang. Di sekelilingnya ada tanah yang lebih rendah dengan pohon berjejer sepanjang jalan. Dalam beberapa waktu, aku pernah berdiri di atas pijakan di tepi lapangan. Mataku menyapu segala penjuru, badanku menikmati semilir angin yang menggelitik, paru-paruku menyesap oksigen yang tersedia. Rasanya menyenangkan sekaligus konyol untuk berdiri diam di tepi lapangan tanpa melakukan kegiatan yang berarti.

Untuk hari ini, langit kelabu menggantung sepanjang siang, menciptakan suasana teduh di lapangan yang biasanya panas kalau matahari sedang terik-teriknya. Kebetulan ada latihan, jadi beberapa anggota memakai lapangan sebagai panggung, dengan kami berada di tanah yang lebih rendah sebagai penonton. Tempat yang kami gunakan ini memiliki pohon yang sudah menguning daunnya. Semilir angin menerbangkan daun-daun kering sampai menutupi bagian lapangan.

Daun yang jatuh tampak meliuk-liuk anggun di udara bebas. Lucu melihat mereka yang latihan di bawah "hujan" daun kering seperti itu. Tapi, memang indah. Kontrasnya warna daun yang kuning kecoklatan berpadu dengan hijaunya rumput lapangan. Saat-saat seperti itu, aku lebih memilih tenggelam dalam pikiranku sendiri. Memikirkan segala kemungkinan yang masih bisa terjadi. Memikirkan sedang apa aku pada tanggal yang sama tahun lalu.

Maret tahun lalu bukan bulan yang mudah. Aku jatuh bangun dalam hal yang ku rasa sekarang,  sangat bodoh. Tapi, bukan berarti aku menyesal itu terjadi. Toh, aku jadi tau kalau tidak selamanya akhir akan benar-benar menjadi akhir. Ada masanya di mana akhir tadi menciptakan sekuelnya.

Aku mengingat semua hal yang terjadi pada Maret tahun lalu. Menyenangkan sekaligus menyedihkan kembali berenang sendirian dalam nostalgia. Apa yang dulu terasa manis, menjadi hambar seiring berjalannya waktu. Apa yang terlihat menyedihkan, malah terlihat lucu setelah semua perjalanan terlewati. Yang aku tanyakan, mungkinkah kejadian yang sama terulang?

“Life can only be understood backwards; but it must be lived forwards.” 
 Søren Kierkegaard
Medan, naungan cuaca tidak konstinten 
Love,
T

Friday, March 22, 2013

Alfi dan Harinya

Assalamualaikum. Ehem. Tes tes tes. Okeh.


Ada apa dengan 22 Maret?
Hari ini, di Jumat yang berbahagia ini, saudara kami, ketua kami, bahan olok-olokan kami, tukang lece nomor 1 kami, telah memperingati hari lahirnya untuk yang ke 16 kalinya. Beliau terlahir dengan nama aqiqah, Alfi Hendartama; dengan nama panggilan, Cimol; panggilan musikal, Bedol; panggilan unyu, Cicim; dan panggilan malam, Elfi.

Lihat yang ada dalam lingkaran.
Mewah, Pak, ya
Siapa Alfi Hendartama?
Figur seorang Alfi sulit untuk dideskripsikan. Seolah-olah tidak ada satu kata pun dalam KBBI yang memenuhi karakternya. Biasa digambarkan dengan perawakan hitam, botak, kurus, lincah, petakilan, tidak pendendam, dengan kata lain, hampir tidak pernah MEMBALAS sms, telepon, dan hal sejenis. Dia bisa dibilang selalu dalam pihak netral. Dia jarang marah, bukan berarti nggak pernah marah. Bukan marah, tapi merepet. Repetannya nyaingin Ibu-ibu nawar kain di Petisah.

Alfi Hendartama, Not A Boy, Not A Man, yet, 16yo
Metamorfosis sekuncup Alfi bagaimana?
16 tahun silam, dia masih jumpalitan dalam rahim Ibunya, sampai akhirnya terpental menghadap dunia. Memasuki perkembangannya yang absurd, sampailah dia di SD swasta, kalo gasalah ada "harapan"nya, satu sekolah juga sama Bebe (re: Hari Anggi). Setelah melewati 6 tahun penuh halang rintang, terdamparlah dia di SMP Swasta Pertiwi. Saat masih terperangkap dalam seragam putih biru tahun pertama dan kedua, penampakannya kayak; ehem, tuyul, kecil, botak, yang ngebedain cuma warna kulitnya aja. Tapi, biar kecil, doi anak Paskib Pertiwi, Tante. Dia juga salah satu anggota OSIS di Pertiwi. Masuk tahun ketiga aku sekelas sama dia. Tapi, baru ngeh kalo udah terlambat untuk menjaga jarak akibat kelakuannya yang ampun-ampun itu waktu masa nganggur, alias tamat SMP, udah, masuk SMA, belum. Dia tumbuh sebagai seorang laki-laki yang nge-ogah-in. Pantang tau rahasia orang, langsung dilece. Masuklah masa-masa SMA ternyata kami ditakdirkan untuk kembali satu kelas di tahun pertama. Waktu di kelas, temenku nggak banyak, cuma dia, Pemau, sama Fadil. Itu pun terus-terusan dilece. Nasib memang. Alfi juga menjabat sebagai OSIS di tahun pertama. Dia Temuga, aku juga. Sebenernya aku masuk Temuga juga gara-gara bisikan setannya doi. Tim sukses kali, gak tuh? Sampai sekarang, kelas dua semester akhir, kami masih dekat walaupun beda kelas. Dia yang menjabat sebagai Ketua Temuga dan aku sekretarisnya maksa aku untuk lebih sering jadi korban.

Doi bisa apa aja?
Bisa ketawa, bisa ngelece, bisa merepet, bisa buat orang kesel, bisa digampar, bisa buat orang punya niat ngurung dia di gudang sampe terselimuti sarang laba-laba. Banyak bisanya. Tapi, kebisaannya yang nyata, dia bisa dan jago main alat musik. Ntah itu jimbe, taganing, hasapi, gitar, drum, cajon, piano, pianika, harmonika, rebana set, terus apa lagi ya?

Alfi dan Bebebnya (Taganing)
Harapan Doi apa?
Waktu ditanya, "Ulang tahun nanti mau apa?", dia jawab, "Mauku banyak. Aku mau taganing, gitar, ukulele, hasapi, drum set, dan yang terakhir, aku mau kasih sayang.". Menjijikan memang.

Alfi bukan sembarang lelaki.

Ada pesan?
Kepada, Cicim,

16 tahun ya, sekarang? Udah besar lah ya? Ciee, tahun depan udah punya KTP. Terus, terus, aku harus bilang "Selamat"? Berhubung ulang tahun, yaudah deh, selamat ya. Semoga makin jantan, makin oke, makin royal (AMIN). Terharu nggak, aku meluangkan waktuku yang teramat sangat berharga hanya untuk ini? Biasa aja kan? Dan, kalo ente lupa, ehem, aku perempuan tulen sejak lahir. Tidak ada keraguan tentang itu.

Sekali lagi, selamat hari tua, Cicim!

Medan, Hari Alfi,
Perempuan Tulen,

Yas

Monday, March 18, 2013

We aren't Old Enough for Childhood Games, yet.

Assalamualaikum! Selamat malam jiwa-jiwa yang terperangkap dalam raga yang bimbang~ Oke, itu bukan sapaan yang menggugah sepertinya.

Jadi, hari ini adalah hari ke-3 aku mondar-mandir UNIMED dalam minggu liburan ini. Bayangin aja liburan tapi melanglang buana tak tentu. Liburan, woy! Tapi, mondar-mandir Universitas itu dengan segepok kenangan di tiap sudutnya, eh tapi nggak tiap sudut juga sih, palingan ya jalan setapaknya, auditoriumnya, yah semua tempat yang jadi latar percakapan via teks elektronik, memberikan sentakan sedikit keras. Siapa coba yang nggak miris? Memang kasihan kalo punya ingatan yang bagus dalam hal kayak gini. Coba aja nginget penyelesaian masalah Matematika bisa segampang inget setiap momen begitu. Nah loh, kenapa jadi bahas ini? Oke, balik ke inti yang mau diceritain.

Ehem, di siang yang terik tadi, kami (Aku, Hilda, Dyah, Arby, Randi, Fadlan), para pelajar SMA yang sok oke menyusup ke kampus ini, bercerita dan bernostalgia tentang  permainan masa kecil kami dulu. Inget dong, permainan jaman SD dulu? Yang pertama-tama main itu dengan semangat yang menggebu-gebu, terus selesainya gara-gara ada yang udahan, merajuk, jadi anak bawang mulu, udahannya tuh gini, "Ah, udahlah, we. Encenglah, kalah kalah aja pun, asik dia dia aja yang menang, aku tah kapan menangnya." terus yang lain ngebujuk-bujuk, "Yah, jangan gitulah, masa enceng, baru main. Udahlah, gausah kawanlah, ah.", dan berbagai ocehan ala anak TK/SD lainnya. Yang dibahas itu mulai dari yang "Siti Aisah mandi di kali, bajunya basah, basah sekali, a de u, ala desa desu, a de u, ala desa desu..." ya gitulah pokoknya, aku nggak hapal, yah beda tipislah sama "Paman Doli tidak tau diri...", ada lagi yang sejenis, yang "Sepotong roti isinya mentega...", yang akhirnya jadi patung. Terus, ada alip pohon, patok lele, samberlang, karet jepang. Nah, yang karet jepang ini, si Randi mempraktekan cara mainnya bak anak SD yang beneran main karet jepang, mulai dari Pembukaan sampe yang Bendera (kalo gasalah). Dia juga memperagakan ekspresinya kalo kalah atau nggak nyampe lompatannya. Ada petak umpet juga yang sering nyurangin orang. Inget nggak sih, kalo kita main petak umpet, terus nggak mau repot, pas yang jaga ngitung, kita berdiri anteng di belakangnya nunggu sampe hitungannya selesai, dan pas hitungannya selesai, kita langsung teriak "Cengdong!"? Yang nggak pernah, coba deh hahaha. Yang terakhir, engklek! Pas engklek ini, jiwa SD kami kembali memaksa masuk. Kami semangat nyebutin macem-macem engklek. Dari engklek surat, engklek rumah sampe engklek orang.

Karena belum puas, kenapa kami nggak main engklek aja? Maka, sahlah kami membuat pola engklek orang di sebelah lapangan kampus. Kami hom pim pa, terus dapatlah urutan main Hilda-Aku-Dyah-Arby-Fadlan-Randi. Kami main bener-bener kayak anak SD. Bayangin aja, anak SMA main engklek di deket lapangan kampus. KAMPUS.  Tapi, ya, kami tetep main aja. Aku, Hilda, Arby udah sampe tahap siang-malam. Kami memang hebat hehehehe.

Randi fokus ngelempar "gacok"

Hop hop hop

Hilda in action


Asik memang, kumpul sama temen, terus ngomongin masa kecil, apa yang buat kita nangis dulu bisa jadi bahan tertawaan untuk sekarang. Secara nggak langsung kita bersyukur atas apa yang udah terjadi. Masa kecil yang konyol, membuat kita seperti sekarang. Lalu, apa permainanmu dulu?
I have never been convinced there's anything inherently wrong in having fun. 

— George Plimpton
Medan, zona masa kini
Remaja tidak tau diri,
Yas

Friday, March 15, 2013

The other night, Dear, as I lay sleepin', I dream I held you in my arms. When I awoke, Dear, I was mistaken. So, I hung my head and I cried. ―You Are My Sunshine 
 
 

Saturday, March 9, 2013

Aku Udah Senyum, Kamu?

Have you smile today? #spreadhappiness
Assalamualaikum! Hai hai, selamat malam. Gimana minggu pertama Maret? Seberapa sering kalian senyum minggu ini? :D

Tau gak sih, satu senyum dari hati yang paling dalam, bisa ngerubah mood orang yang disenyumin? Contohnya, kemaren nih, waktu pergi sama Papa, ke toko peralatan gitu, kan banyak bawaan, mau gak mau ya nitip barang di tempat yang disediain. Di situ kondisiku udah pegel, suntuk aja gitu. Terus pas mau nitip, Mas-mas yang jaga ini senyumnya oke punya, moodku pun asik lagi. Bukan lebay, bukan. Tapi, gini, aku yang keliling-keliling sama Papa aja suntuk apalagi dia yang ngejogrok di belakang meja penitipan barang berjam-jam, walaupun gitu, dia masih bisa senyum ke customer yang dateng. Siapa coba yang nggak ngerasa baikan disenyumin dengan tulus sama orang yang nggak kita kenal? Ada tuh, di supermarket kalo gasalah, kebetulan antrean kasirnya panjang, mana rata-rata belanjaannya bejibun semua, bayangin aja harus berdiri nungguin Mbak-mbak kasir ngedata barang belanjaan customer satu persatu. Siapa yang nggak suntuk coba. Pas udah giliranku, aku perhatiin aja tuh si Mbak sibuk nyocokin barang di komputer. Seriusan, itu muka nggak lebih enak dari kucing yang mau berantem. Sepet deh pokoknya. Makin suntuk kan? Di"makasih"in juga gak ada ramah-ramahnya, minimal senyum deh-_-

Selain itu, coba deh sekali-sekali iseng senyum ke Mbak-mbak tukang pecel, Mas-mas tukang parkir, tukang rujak, bahkan adek-adek yang di jalan, jamin, sebagian dari mereka bakal ngerasa bersyukur karena masih ada yang sadar sama keberadaan mereka, masih ada yang mau senyum sama mereka. Senyum itukan juga sedekah. Terkadang, kita nggak tau seberapa berat beban yang harus ditanggung orang-orang yang tanpa sengaja berpapasan sama kita. Mungkin dengan senyum yang kita kasih bisa membuat mereka sedikit lebih bersemangat. Apa salahnya menjadi semangat buat orang lain? Tapi, ya jangan senyum-senyum sendiri juga sih. Yang ada malah ngacir, alih-alih semangat.

Kalo aku di sekolah, paling asik itu senyum sama Mas Kawi, yang suka benerin perabot sekolah. Asiknya kenapa? Si Mas itu suka senyum balik yang nggak kalah tulusnya. Silahkan dicoba mulai sekarang buat senyum ke warga sekolah. Satu sekolahan kalo perlu.

Kalau hari ini, alhamdulillah aku banyak senyum. Bukan senyum sih, nyengir yang lebih mendekati ke cengengesan. Gimana nggak cengengesan, ngumpulnya aja sama orang-orang yang kejiwaannya terganggu terus-_- (hehehehe becanda ya, Sodara, muah). Jadi, kami sengaja ngumpul buat ngomongin beberapa masalah, sekalian sharing juga sih. Semua ocehan kami ditutup dengan joget-joget yang lagi heboh sekarang ini. Nggak usah dibilang juga tau kan? Rasanya, luar biasa. Bikin otak seger, bikin makin akrab, bikin makin bersyukur, bikin makin gila juga. Ada gunanya juga punya temen yang sarap. Senyuman hari ini adalah awal minggu Maret yang terbaik!

Nah, kalo udah bisa sering senyum sama orang lain, kenapa harus murung sama keluarga atau bahkan diri sendiri? Pernah nggak ngeliat cermin, terus senyum dari hati, ngasih semangat ke diri sendiri? Aku sih belum nyoba ngeliat cermin. Tapi, kalo sekedar senyum aja, pernah. Mau nyoba nggak? Sebarkan kebahagian dari senyum sederhana! :)

Senyum :)
Count your age by friends, not years. Count your life by smiles, not tears. 
 John Lennon

Medan, (still) Room Sweet Room,
Smile!!
T

Friday, March 8, 2013

Alibi

Assalamualaikum!

Ehem, sebenernya posting-an satu ini tak lebih dari upaya untuk menghindari sarang laba-laba menguasai blog yang udah usang dari sononya. Yah, lagianpun nggak ada yang bisa diceritain, adanya juga kesel mulu. Derita bo'.

Kemaren, seniorku ada yang berangkat duluan ke "sana". Padahal, minggu depan udah UAS, tapi dia lebih milih buat menamatkan diri lebih dulu. Namanya juga umur, siapa yang tau? Dia orangnya baik, buktinya satu sekolahan ngerasa kehilangan, keliatan dari tweet anak Smantig yang bicarain dan doain Alm. Aku sih cuma kenal gitu-gitu aja, tapi emang ramah sih orangnya. Semoga amal ibadah Alm. diterima dan beliau ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya. Amin.

Apalagi yaa? Aku.....aku.....ah gajadi deh. *biar dikira mikir*

Udah deh ya, ntar kalo ada cerita bagus, aku ceritain deh. Love you! You juga ya, Honey! *eh *lupa*

Medan, Room sweet room
Cheers!
T