Pages

Saturday, May 11, 2013

Childhood, Oh Childhood

Terkadang, waktu membuat kita mati kutu. Kalau merindu, tidak mungkin bisa kembali. Seperti sekarang, waktu bergelinding, aku siswi kelas 2 SMA, meringis mengingat masa kanak-kanak yang sudah mulai buram, karena tidak kumanfaatkan dengan baik untuk membentuk bongkah kenangan.

Berhubung aku bukan narator yang baik, mohon maaf kalau postingan ini terlihat membosankan.

Kalau tidak bisa memundurkan waktu, cara apa yang bisa membuat kita melupakan seberapa tuanya kita sekarang? Kenapa tidak mencari hal yang dulu pernah dilakukan? Mungkin berkunjung ke Pasar Malam, just the way I did tonight. Aku berhasil bujuk Mama ke Pasar Malam. Karena, kepala berasa mau pecah, ditambah penatnya hati sama badan selama beberapa minggu belakangan ini, aku mulai mikir, hal yang bisa buat aku lupa sekarang aku ini apa. Masa bodoh dengan gengsi. Justru, bertingkah layaknya anak kecil yang bahagia memberikan ketenangan tersendiri.

Berhubung ini malam Minggu, jadi bisa ditebak ramenya gimana. Bukan cuma anak-anak dan orangtua mereka yang nemenin, tapi ada juga yang seumuran samaku disana. Latar belakang mereka juga tidak mungkin sama. Tampak dari banyaknya pedagang yang turut memadati lapangan Gajahmada, entah itu makanan, atau mainan anak-anak. Awalnya aku ngira aku bakal jadi sedikit dari orang yang lupa umur, tapi ternyata ada banyak yang lupa umur. Mungkin bukan lupa umur, cuma capek sama rutinitas monoton yang tidak berujung. Beruntung malam ini cerah, jadi orang pun turut cerah.

Ada yang semangat ngeliat "Tong Setan", yang orang naik motor sambil geber-geber di lintasan yang mirip tong tapi versi gedenya, dan ada penonton yang nyawer di bagian atas tong. Ada yang naik kereta api mini, bianglala versi mini, terus ada juga rumah siluman. Rasanya seneng sekaligus miris, ternyata aku udah terlalu tua. Umur udah mau 17, tapi tingkah masih ababil. Terkadang, mikir, apa yang orang-orang dewasa di Pasar Malam itu pikirin. Apa mereka merasa nyesal karena dulu menolak datang ke Pasar Malam? Atau merasa bersyukur karena di jaman buah hati mereka ada hiburan rakyat kayak Pasar Malam ini? 

Tenggelam dalam keramaian Pasar Malam berdua sama Mama rasanya lucu. Dulu, waktu gandeng Mama, tangannya terangkat karena Mama tinggi dan aku cebol. Sekarang, tinggi kami hampir sama. Umur tak lagi sama. Aku lupa dulu senengnya main apa di Pasar Malam ini. Tapi, yang jelas aku ingat manisnya Arum Manis merah jambu yang unyu ini. Sayang aja, Mama nggak ngebolehin buat makan. Asik ngeliat bubuk yang ditabur pelan-pelan ngembang jadi kapas, dipunter-punter pake lidi jadi gumpalan manis merah jambu.

Terima kasih untuk malam ini, Ma. Setidaknya aku jadi sedikit lebih muda untuk beberapa jam. <3
Mainan yang diketapelin ke atas terus muter-muter
Medan,
Terperangkap dalam raga tua,
Yas

No comments:

Post a Comment