Pages

Friday, June 20, 2014

Penghujung Abu-Abu (II)

Beruntungnya saya, tahun pertama SMA bisa saya lewati tanpa kurang apapun.


***

Akhirnya saya terlepas dari tahun sebagai junior. Selama satu tahun saya menjadi siswa yang tidak terlalu aktif di kelas, namun saya imbangi di ekskul, walaupun harus banyak-banyak makan hati. Tahun pertama sebagai senior di SMA dan di Temuga, saya berusaha untuk tidak menjadi senior yang dibenci. Sebisa mungkin saya membangun hubungan kakak-adik yang baik. Kami mencoba mendidik mereka menjadi pribadi yang baik, yang tidak menyalurkan dendam mereka kepada adik kelas mereka nantinya. Saya dan yang lainnya juga berusaha untuk membangun komunikasi dengan Bunda, bertukar cerita dan meminta pendapat atas masalah yang kami hadapi. Banyak yang saya pelajari dari Bunda. Mulai dari menjadi murid yang baik, menjadi kakak kelas yang patut dijadikan contoh, bahkan menjadi seorang remaja yang tidak gegabah dalam memilih berbagai pilihan untuk dijalani. Kami juga semakin sering bertukar pikiran tentang apa saja.

Lain di ekskul, lain pula di kelas. Tahun kedua waktu itu saya merasa seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Saya bingung saat di tempatkan di kelas XI IPA 3, entah apa yang saya bingungkan waktu itu. Kebingungan saya sejenak menguap saat tahu saya kembali satu kelas dengan Hilda, dan juga saya sangat bersyukur satu kelas dengan 3 orang dari Temuga yang lainnya.

Awalnya saya menolak untuk berbaur, selalu melihat mereka dengan berbagai pikiran berkecamuk di kepala saya. Secara sadar menghujat beberapa orang di otak saya. Saya bukannya membenci mereka. Hanya saja waktu itu saya masih terlalu menutup diri. Baru sekarang saya sadar, tindakan saya waktu itu sudah kelewatan. Sampai-sampai mereka mengatakan, seolah ada tembok yang saya bangun untuk mencegah orang lain masuk dan bergabung. Saya tidak marah, tidak sama sekali. Untuk hal ini, saya tidak sendirian. Semakin hari, semakin terlihat jati diri mereka. Saya mulai memilah-milah, siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak. Beberapa orang hanya menyenangkan sebatas untuk teman berbincang, beberapa menyenangkan untuk di ajak berdiskusi, dan hanya segelintir menyenangkan untuk diajak menjadi pelancong-modal-pas-pasan.

Dilantik menjadi sekretaris Temuga tidak membuat saya membuka diri saya lebar-lebar, saya masih takut untuk berbaur. Saya masih berbikir belasan kali untuk ikut bergabung di acara-acara yang di adakan kelas. Jahat, ya? Kalau boleh jujur, saya suka mencari alasan untuk menolak. Tapi, bukan berarti saya tidak pernah bergabung. Beberapa kali saya mencoba untuk berbaur dan menjalin pertemanan dengan teman sekelas saya. Ternyata memang tidak mudah. Selama satu tahun saya terus berusaha untuk menjadi remaja yang memiliki banyak teman, tapi yah, begitulah.

Tidak perlu menjadi munafik untuk mengakui saya merasa sedikit aneh berteman dengan orang yang terlewat supel. Namun, bukan berarti saya tidak suka beteman dengan mereka. Hanya saja akan lebih baik untuk tetap memberi jarak, entah baik untuk saya atau pun mereka sendiri. Tenang saja, mereka tetap menyenangkan untuk teman bergurau.

Satu tahun lagi terlewati dengan aman sentosa.


***

No comments:

Post a Comment