Pages

Monday, October 15, 2012

Surat Ini Masih Untukmu


Sayang, aku tau, amat tau, perjalanan kita masih sangat panjang. Terlalu dini bagi kita untuk menentukan siapa yang terbaik. Akan selalu ada sosok yang datang silih berganti baik di ruang hatimu maupun di hatiku. Semua kisah yang memiliki awal akan selalu memiliki waktunya untuk mencapai akhir. Imajinasi yang acap kali muncul akibat asupan cerita romantis menyesatkan membuatku berharap lebih. Padahal, aku hidup dalam realita. Aku bersamamu yang berbeda dengan tokoh-tokoh fiktif buah pikir manusia. Kau dan aku yang hidup beralaskan bumi yang sama, dalam naungan langit yang sama, serta menghirup oksigen yang sama, tapi jelas dengan pola pikir dan cara pandang serta takdir yang berbeda. Kita yang berbagi panggung dengan ratusan juta jiwa manusia lainnya. Kita berbagi skenario dengan manusia lainnya. Kita yang memutuskan untuk bersama sejak Mei lalu.

Sayang, kalaupun kisah kita tidak mencapai akhir bahagia, setidaknya kita telah belajar untuk tidak menyerah pada jarak, untuk tidak tunduk oleh rindu, dan tidak mati karena waktu. Masing-masing dari kita menuntun diri kita sendiri ke seseorang yang akan mengajarkan kita lebih dari ini. Membuka mata kita lebih dari yang kau dan aku lakukan. Sebagai seorang perempuan, aku memang sering mengkhayalkan kisah yang terlalu jauh untuk aku halusinasikan sekarang, aku selalu berharap kalau yang terbaik bagimu adalah aku. Kalaupun kelak bukanlah dirimu yang akhirnya duduk bersamaku, aku bahagia menjadi milikmu sekarang, ijinkan aku memeluk hatimu lebih lama lagi, biarkan aku merangkai lebih banyak kata untukmu. Aku tidak ingin setiap dari kita mengenang satu sama lain bukan sebagai pelajaran melainkan kesalahan. Tidak ada yang salah, tidak aku, tidak juga dirimu. Aku ingin, kalau aku memang harus mengenangmu, yang tersirat di wajahku adalah rasa syukur karena aku telah diijinkan untuk mengenalmu, untuk memiliki hatimu, untuk menjadi milikmu. Rasa syukur karena kaulah yang membawaku pada diriku kelak, kaulah yang mengubah pandanganku terhadap sesuatu. Aku juga berharap kau melakukan yang sama. Mengenangku tanpa umpatan, tanpa penyesalan, tetapi rasa syukur yang menghangatkan dirimu. Saat ini, aku menyayangimu dengan hati, jiwa, dan pikiranku, dengan kesadaran yang aku kuasai.

Sayang, sering kali dari ribuan kata yang mengalun, tak satupun dari mereka yang mampu mendeskripsikan hati dengan spesifik. Kita terlalu sering memilih abjad bisu untuk menjelaskan semuanya ketimbang hati. Karena, apa yang perlu diuraikan itu adalah sesuatu yang dirasakan, bukan diucapkan secara singkat. Kerinduan yang sering menghantam tanpa pernah sanggup aku jabarkan keberadaannya, membawa kesadaranku jauh kedalam dunia tidurku, dunia di mana aku bisa merengkuhmu tanpa harus memikirkan yang lain, dunia di mana dirimu terasa amat dekat, dunia di mana jarak itu hancur tanpa sisa. Kerinduan yang bahkan aku tidak tau bagaimana rasa yang sesungguhnya, gejolak yang terus memainkan ritme detak jantungku, menyulitkanku untuk sekedar menghirup udara kotor.

Kita memang tidak bisa menentukan dengan siapa, di mana, dan bagaimana kita kelak, tapi setidaknya kau dan aku menciptakan “kita” sebagai bekal yang bisa kita bawa. Sebagai album yang kelak akan kita buka dengan segala kerinduan yang membabi buta. Sebagai kenangan yang kita jadikan pelajaran. Aku bahagia dengan kita.

No comments:

Post a Comment