Pages

Monday, November 26, 2012

10 Menit untuk Masa Depan

Akhirnya, tugas untuk nilai ujian Conversation kelar. Baru punya waktu hari ini, dan langsung terjun ke pusat perbelanjaan ternama di Medan demi berburu "bule". Bukan, bukan Bule' Yati, Bule' Tumiyem, atau Bule'-bule' yang lain. Tapi, native speaker. Setelah beberapa menit berputar, berhentilah kami di depan sebuah coffee shop, sekedar mengintip buruan. Ada. Sendirian. Bagus. Berbasa-basi sejenak, kemudian menanyakan pertanyaan standar. Aslinya manusia USA. Ternyata eh ternyata, seorang guru sekolah tinggi swasta di daerah Gatsu. Tau gitu nggak perlu ribet-ribet cuap-cuap bicara bahasa Inggris. Tidak butuh waktu yang lama bagi kami untuk berbincang, karena dia pun hanya menjawab sekenanya. Tidak mencapai batas waktu yang kami inginkan. Oke, yang satu ini dijadikan cadangan saja.

Setelah berunding dengan anggota yang lain, kami sepakat untuk berburu lagi. Setelah berulang kali naik-turun eskalator, mondar-mandir, celingak-celinguk, masih belum ketemu. Susah memang menemukan orang asing di tempat yang strategis untuk di wawancarai. Beberapa dari mereka duduk di dalam restoran yang cukup mahal, kami pun berpikir ulang, mana mungkin masuk hanya sekedar untuk wawancara tanpa memesan salah satu dari menu mereka. Bisa dikira kurang ajar, terus diusir. Kami memilih diam dan memperhatikan. Sebenarnya, ada 2 orang asing di dekat tempat kami berdiri. Ayah dan anaknya. Tapi, tidak, terima kasih. Mukenye sangar bos. Lebih baik cari jalan amannya saja.

Kami kembali berkeliling. Oke, dapat. Kali ini sudah cukup berumur. Laki-laki, di kelilingi Ibu-ibu Indonesia sekitar 3 orang. Kami mengikuti mereka untuk mencari tempat yang pas untuk dijadikan tempat berbincang. Namun, kami lebih terlihat seperti penguntit dibandingkan siswa yang berusaha menyelamatkan masa depannya. Berhentilah beliau di depan book store di pusat perbelanjaan tersebut. Setelah bergelut dengan pikiran masing-masing, kami nekat mengganggu ketenangan "bule" yang kami targetkan sejenak. Kami berbicara pada salah satu dari Ibu-ibu tadi yang tetap tinggal bersama target kami, selagi 2 lainnya ngeloyor pergi menyelamatkan diri dari sergapan 6 anak SMA yang masih berseragam batik. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan kami mengganggu mereka, kami meminta izin untuk mencuri 10 menit dari waktu yang mereka punya. Mereka setuju. Bagus. Mereka tidak tau kalau mereka telah menyelamatkan 6 anak muda Indonesia dari masa depan yang suram.

Beliau seorang Belanda. Datang untuk mengunjungi keluarganya di sini. Kami beruntung bisa bertemu dengan orang yang mau berbagi pengalaman dengan anak SMA yang berisik seperti kami. Di sela-sela jawabannya, beliau bercerita dan saya menangkap beberapa kesan dan pelajaran. Beliau mengatakan, dia menyukai anak muda Indonesia seperti kami, yang ramah dan mau berbicara kepada orang asing. Karena, di beberapa negara yang dia ketahui, tidak ada orang yang mau sekedar menoleh untuk membalas sapaan, tidak seperti orang Indonesia. Beliau juga mengatakan bahwa kami adalah aset negara. Dengan senyumnya dia berkata kepada setiap dari kami, "For you all, he could be a President, she could be a President.", dan pada saat melihat ke arah saya, dia menepuk pundak saya, dan berkata sekali lagi, "and you, also could be a President.". Secara tidak langsung, beliau mengatakan bahwa setiap anak muda di Indonesia memiliki potensi menjadi pemimpin.

Yang membuat saya tergelak adalah ketika kami menanyakan tentang tempat di Medan yang menjadi favoritnya. Na'as sekali, beliau menjawab tidak tau, karena selama beliau berkunjung ke  Medan, dia tidak menemukan taman yang indah, tempat bagi turis untuk dikunjungi, yang ada hanya tempat perbelanjaan seperti tempat kami berjumpa tadi. Setelah saya pikir, memang sedikit tempat yang saya ketahui bisa menjadi daya tarik turis mancanegara seperti beliau. Hanya beberapa tempat seperti di kawasan Kesawan. Namun, beliau tau tentang tari tradisional Batak. Kesan yang didapatnya sangat bagus, dia menyukainya karena gerakan tari yang lembut dan unik, beliau menikmatinya saat berkunjung ke Toba.

Tidak hanya itu, dia juga berpesan kepada kami untuk terus mengasah kemampuan berbahasa kami. Karena, dengan berbahasa bisa membawa kita kemana saja, berbicara dengan siapa saja. Dia benar.

Selama 10 menit itu, banyak pelajaran yang yang bermanfaat bagi kami. Memberikan kami gambaran tentang pandangan turis mancanegara mengenai kota yang saya tinggali selama belasan tahun ini, dan 10 menit yang dia luangkan telah menyelamatkan kami dari ancaman tidak lulus mata pelajaran yang bersangkutan yang bisa mempengaruhi rata-rata nilai dan berpengaruh untuk seterusnya. Untuk saat ini, kami aman.

Thank you for your time, Sir. We glad to met you.
*saya akan merampungkan cerita ini setelah mendengarkan kembali wawancara kami.

Catch your dream, Young People!
Love,
T

No comments:

Post a Comment