Pages

Tuesday, November 27, 2012

Tentang Rubik

Hari ini, saya beserta beberapa siswa kelas 1 dan 2 didampingi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia berkumpul di aula Hotel Aryaduta, ada acara semacam diskusi. Ketika itu, jam dipergelangan tangan kiri saya sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Ngaret 1 jam. Emang dasar orang Indonesia.

Selama detik-detik menunggu sang MC memecah kesunyian, laki-laki di sebelah kanan saya meminta ijin untuk mengutak-atik rubiknya. Jangan tanya kenapa dia minta ijin, saya juga heran. Tidak butuh waktu yang lama baginya untuk membuat komposisi warna rubik tersebut menjadi pas. Nah, kalau dia minta ijin menyusun, saya tak mau kalah dengan minta ijin untuk merusak susunannya. Tidak sampai 5 menit warna rubik tersebut sudah kacau di tangan saya.

Kedua kalinya dia menyusun rubiknya, kali ini saya memperhatikan gerakan tangannya yang lihai memutar rubik ke sana ke mari. Otak saya tidak mau diam, dan terus (memaksa) menghubungkannya dengan kehidupan. Si pemain terus memutar rubik tersebut, mencari dan menyusun warnanya supaya seimbang. Dia berpikir untuk menyusun warna lain tanpa merusak susunan warna lainnya. Berusaha menjaganya supaya tetap seimbang. Terus berputar sampai mencapai keseimbangan yang sudah ditentukan. Sadar atau tidak, saya berani jamin, ada kebanggaan tersendiri bagi si pemain karena telah menyeimbangkan rubiknya, hidupnya.

Yah, jujur-jujur saja, saya tidak mahir memutar benta kubus penuh warna tersebut. Jadi, saya tidak tau rasanya bangga karena memecahkan polanya. Mau tidak mau saya akan menunggu sampai pola hidup saya yang terpecahkan.

No comments:

Post a Comment