Pages

Sunday, December 16, 2012

Konspirasi Alam Semesta

Seperti malam sebelumnya, mataku terpaku pada timelineku, siapa tau ada kejutan.
Benar. Sebuah foto muncul melalui twit follower yang kau retweet, tampak dirimu berdiri dengan senyum melekat di wajahmu. Senyummu masih tampak seperti dulu, menawan. Lama kutatap potretmu, mataku basah, maaf, tak kuasa kubendung kerinduan yang memberontak. Baru kusadari mp3 yang kuatur dalam mode shuffle melantunkan suara khas Pierre, ah, I Miss You-nya Simple Plan. Semakin menjadilah air mataku berlari mengikuti lekuk wajahku.

"You do something to me that I can't explain, and would I'd be out of line, if I said I miss you?"
Jemariku bergerak ragu, mencoba mencapai layar notebookku, takut kalau-kalau potretmu akan menjauh, sama seperti dirimu. Perlahan namun pasti jemariku "menyentuhmu". Mp3 ini pun tak mau kalah memojokkanku, Pretend-nya Secondhand Serenade mengalun di udara. Sempat terlintas di kepalaku untuk sekedar mengirim pesan singkat, "Kangen, kang". Kuurungkan niatku. Mana mungkin aku mengusikmu lagi, sudah cukup aku mengganggumu selama 5 bulan.

"It's hard to be all alone, I never got through your disguise, I guess I'll just go and face all my fears. So please let me be free from you, I can face the truth."
Mataku masih basah, namun potretmu masih tampak jelas di korneaku. Wajah itu, yang sejak Februari lalu kukenal dekat, yang sejak Mei lalu tak kutakuti kehilangannya,  yang sejak November lalu tak lagi mampu ku bayangkan kenyataan menatapnya. Senyum di sana yang memabukkan, yang membuatku mau tak mau menarik sudut bibirku, turut membentuk seulas senyum, namun aku menikmatinya. Jemari yang dahulu masih bisa kurasakan hangatnya di jemariku sendiri, di genggamanku sendiri, sampai sekarang bisa kurasakan jejaknnya di tanganku.

Kali ini giliran Copeland yang menghantamku dengan You Are My Sunshine, lagu anak-anak memang, namun versinya kali ini cukup menyayat. Tak perlu pikir panjang, aku tau pasti siapa "Sunshine"-ku. Kenapa kusebut-sebut dirimu matahari? Karena namamu memang begitu, tidak persis matahari, namun begitulah dikenal. Kau penyedia oksigenku, bintang terbesarku, pusat orbitku. Setidaknya dulu.

"The other night, Dear, as I lay sleeping, I dreamt I held you in my arms. When I awoke, Dear, I was mistaken. So I hung my head and I cried."
Aku selalu membayangkan keberadaanmu belakangan ini. Aku ingat semua tentangmu. Menyakitkan, namun menyenangkan. Kalau sudah rindu mau bagaimana lagi? Ah, Firasat-nya Marcell menggelitik batinku. Ingat lagu itu? Aku pernah berhasil memaksamu menyanyikan sebuah lagu, dan kemudian memintamu berdendang lagi. Lagu ini salah satu dari dua lagu yang kau nyanyikan untukku. Kau tidak tau kan, kalau saat itu aku menitikkan air mata karena terharu. Menyenangkan sekali, karena kau yang memilih lagunya. Waktu itu sudah larut, tapi aku belum mau beranjak tidur, mungkin kalau aku tidur lebih cepat aku tidak sempat mendengarmu bernyanyi via telepon yang untungnya bersahabat malam itu. Terima kasih untuk lagunya.

"Kupercaya alam pun berbahasa, ada makna di balik semua pertanda. Firasat ini rasa rindukah atau kah hanya bayang?"
Aku pikir itu lagu terakhir untuk membuatku semakin terpojok, tapi ternyata masih ada satu hantaman lagi. I'm Gonna Find Another You-nya John Mayer membuatku bungkam sejenak. Potretmu tampak buram lagi, oh, ternyata mataku yang basah. Tidak, aku masih belum bisa melepasmu. Melihatmu bahagia ternyata jauh lebih menyiksa, ternyata kau jauh lebih baik tanpaku. Bagaimana rasanya bebas dari celoteh anak kecil? Pasti menyenangkan untukmu.

"It's really over, you made your stand. You got me crying as your plan. But, when my loneliness is through, I'm gonna find another you."
Mungkin hari ini semesta kembali berkonspirasi untuk menghajarku dan memaksaku untuk sesegera mungkin melepasmu dan mengikhlaskanmu untuk yang lebih baik dariku. Kita lihat saja nanti.

Sekarang ini hujan mengguyur kotaku. Aku masih ingat tentangmu. Aku masih rindu padamu.

No comments:

Post a Comment