Pages

Sunday, July 12, 2015

Vennasa

Waktu itu kami masih mengenakan rok lipit berwarna merah. Lincah melompat kesana kemari seolah tidak pernah kehabisan tenaga. Ada satu perjalanan pulang yang berbeda. Bus antar-jemput yang biasanya tidak ramai, kali ini sedikit lebih padat karena ada penumpang tambahan. Bus sebelah rupanya menitipkan anggotanya di bus kami. Saya lupa berapa tepatnya penumpang tambahan itu, namun salah satunya masih berteman baik dengan saya sampai saat ini, dan mungkin sampai entah kapan. Namanya Vennasa.

Masuk ke sekolah menengah pertama, saya tidak terlalu memperhatikan, karena sebagian besar muridnya telah saya jumpai di sekolah dasar yang masih satu yayasan.  Memasuki tahun kedua, saya melihat Asha. Ia adalah satu dari sekitar 40-an orang yang duduk di kelas yang sama dengan saya. Postur badannya yang berisi dan cukup tinggi agak tertutupi di baris belakang. Dia duduk di tepat di sebelah jendela yang mengarah ke lapangan belakang sekolah. Saat itu, saya mendekati Asha dan teman sebangkunya yang juga saya kenal, Tamara. Dari situlah kami memulai tahun-tahun kami yang bergelombang.