Pages

Wednesday, June 27, 2012

Deretan Abjad Bisu Untukmu

Kepada yang tersayang, Matahari pagiku yang bersedia membagi cahayanya untukku

Kalau kau berpikir kau tidak bisa menjadi seperti apa yang kumau, sebaiknya kau menjernihkan pikiranmu. Karena aku telah berani mencintaimu, dengan kata lain aku juga harus berani untuk mencintai apa yang ada dalam dirimu, tanpa harus merubahnya menjadi yang kumau. Aku berani untuk jatuh kepadamu, dan merasakan sakitnya terjerembab karenamu adalah konsekuensi yang harus berani kuterima. Memang, sering kali gambaran tentang apa-yang-harusnya-kau-katakan dan apa-yang-harusnya-kau-perbuat melintasi pikiranku yang masih kekanak-kanakan ini. Tentu saja halusinasi itu tidak kubiarkan berlama-lama menari di kepalaku. Mungkin sebaiknya aku mengurangi kebiasaanku membaca buku yang berbau kisah romantis memuakkan. Salahkan para pengarang itu, mereka yang membuatku berharap kau melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan peran yang ada di sana itu. Aku tidak bermaksud menuntut kau harus menjadi seperti apa. Toh aku menyayangi dirimu yang ku-kenal bukan yang ku-mau

Bersamamu saat ini adalah hal yang di luar dugaanku, walaupun tak bisa kupungkiri kalau aku pernah membayangkannya, tapi aku tidak pernah mengira hal ini sungguh-sungguh terjadi. Terkadang kau membuatku berpikir, apakah aku benar-benar bersamamu? Apakah sekarang kau benar-benar menganggapku penting? Kalau aku singgah ke saat-saat berbatu itu, aku tidak percaya kalau aku telah berjalan sejauh ini. Ada rasa lega yang menggelitik batinku, seakan-akan terbayar sudah waktu yang tertinggal di belakang. Tapi, perasaan bersalah masih menggangguku sesekali. Mungkin ini hanya masalah waktu sampai aku benar-benar terbiasa menjalani semuanya.

Kisah lamamu membuatku membandingkan diriku sendiri. Apakah aku cukup pantas? Kau memang memintaku untuk mempercayaimu, dan ya, aku memang percaya. Tapi, semua gambaran yang membuatku merasa tidak lebih baik untuk bersamamu jauh lebih banyak daripada alasan untuk tetap percaya. Lucunya, entah kenapa aku merasa kehilangan dirimu yang dulu atau mungkin hanya perasaanku, tapi entahlah.

Aku selalu takut kau akan merasa bosan dengan semua keluhan yang kucurahkan padamu, muak dengan segala ocehanku, dan aku juga takut kalau sewaktu-waktu kau mulai malas menanggapiku. Aku masih belum mengerti jalan pikiranmu, jadi aku masih belum bisa membaca apa yang kau pikirkan tentangku kalau aku begini, atau bagaimana pikiranmu tentangku kalau aku begitu. Aku merasa kalau aku masih terlalu buta tentangmu.

Aku merasa aneh saat aku merindukanmu, tapi tidak ada yang bisa kulakukan, padahal seharusnya mudah untuk mengobatinya. Hasilnya apa? Aku hanya memandangi telepon genggamku seolah-olah benda dingin itu akan mengatakan kalau kau juga benar-benar merindukanku. Aku harap kau tau, aku membutuhkanmu. Entah untuk membuatku merasa lebih baik, membuatku tau kalau aku tidak sendirian, membuatku merasa kalau aku benar-benar memilikimu ataupun membuatku merasa kalau kau tidak ingin kehilanganku. Aku percaya padamu.

Salam hangat,
aku menyayangimu

Wednesday, June 20, 2012

Hmm, hai. Sudah memasuki akhir bulan, dan yah seperti biasa, semuanya berantakan. Maksudku, benar-benar semuanya. Lucu, ya, menderitanya terjadwal. Kalo mau ketawa, ketawalah.
Ilangnya bertahap dia, satu satu, tapi pasti. Entah emang udah nggak cocok, udah nggak sepaham, udah nggak sejalan, atau memang akunya yang gatau diri, gataulah. Aku pun lucu yakan, heboh bolak balik minta maaf, tapi tetep dilakuin lagi. Gatau ngerasa gimana ya, yaa ngerasa macem orang yang paling...gak guna mungkin hahaha

Tadi pagi, jatuh tepelanting, untungnya dengkul duluan yang kenak lantai, bukan kepala, jadi ya aman. Refleks terucap 'kalo pun aku kenapa kenapa kelen gak bakal tau kan?'. Udah lama sebenernya kalimat menyeramkan itu mondar mandir di kepala. Tapi, bener. Gak ada yang mau repot-repot nyari tau. Iya, kan? Kalo salah ya maap. Ya ampun, anak-anak kali aku ya, iss! Entalawe -_-
Aku pun sekarang bingung mau nangis sama siapa, sama si mbok ini gamungkin (re:cerita di balik tembok), tengik kali dia gamau ngasi solusi. Yaaaaudahlah, tahankan ajalah yakan hahaha

Monday, June 11, 2012

Cerita di Balik Tembok

Tengah malam, dan saya masih terjaga di depan layar laptop yang menyala terang benderang ngalah-ngalahin bulan di luar sana. Oke, kalo dalam bahasa Indonesia, ini namanya hiperbola. Kalimat yang berlebihan, dan Allah tidak menyukai yang dilebih-lebihkan. Jadi, intinya apa? Oke, lewatkan.

Iya, iya kalimat pembuka yang panjang dan tidak memiliki inti seperti di atas memang bukan contoh permulaan yang bagus, tapi yah, beginilah hidup kadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Lantas, apa hubungannya? Tidak ada. Jadi, tembok di sebelah kiri saya sudah sewot teriak-teriak minta supaya langsung ke pokok pembicaraannya. Iya, tembok, bukan orang. Oiya, belum kenal ya? Mari kita berkenalan :-)
Kenalkan, namanya tembok, panggil aja mbok, bukan mbok-mbok tukang pecel apalagi tukang jamu. Permukaannya mulus, halus, tidak bergelombang dan tanpa cacat, tapi tidak begitu kalau ditinjau dari hukum pemantulan cahaya dalam ilmu fisika, karena si mbok ini selalu dinyatakan tidak rata. Harus siap-siap mental, dia termasuk benda yang mudah terbawa suasana, dingin kalau cuaca dingin, panas kalau cuaca panas. Iya, dia masih labil, masih dalam tahap pendewasaan. Nggak, dia nggak suka makan apa-apa, nggak suka minum apa-apa. Grrr, berisik! Eh, maaf, si mbok emang bawel.

Oke, kayaknya perkenalannya segitu aja ya. Sekarang kita ngomongin apa? Oh iya, iya. Si Mbok ini temen yang paling setia, paling nggak banyak cincong, di maki sampe nyebutin seluruh binatang yang ada di dunia pun dia gabakal ngebales maki apalagi ngamuk. Yaiyalaah, mulut aja nggak punya! Iye nggak, mbok? Tuh, nggak nyaut kan, tau dah emang gadenger, gabisa denger, apa pura-pura gadenger. Bahkan, tembok pun mempunyai banyak sisi untuk dikomentari :-)

Iyaloh, iya, gapenting kan? Selalu. Beginilah kalau menjadi yang terlupakan, yang ditinggalkan berdebu, yang dibiarkan merangkak sendiri, dan menjadi yang invisible. Menjadi yang tidak terlihat mungkin akan menyenangkan kalau dalam kondisi yang tepat, tapi ini realita, di mana menjadi tidak terlihat sama dengan tidak dianggap, yang sama dengan tidak berarti apa-apa, yang sama dengan worthless, yang sama dengan hmm-maaf-anda-siapa, dan itu bukan hal yang baik. Bahkan tembok pun ingin dianggap penting. Selaw mbok, I'll always be there *ngelus tembok*. Seperti yang banyak orang bilang: "Time flies, people change", apa memang seperti itu? Atau jangan-jangan mereka sama sekali tidak berubah, tapi inilah wujud mereka yang asli? Atau lagi itu hanyalah spekulasi yang diciptakan agar orang-orang berpikir tidak ada salahnya menjadi orang yang berbeda? Kalo kata orang Arab wallahualam. Ya, terkadang memang kita yang harus mengerti bagaimana keadaan mereka, yang tanpa disadari membuat kita sendiri tidak mengerti di mana kita berdiri, dan terkadang yang ingin kita lakukan hanyalah berlari mencari petunjuk, atau pun teman berbagi, setidaknya kita tau kalau kita tidak sendiri. Bukankah begitu? Kalau salah, ya harap maklum, namanya juga manusia. Oh, mungkin tidak bagi kalian, kalian benar. Mari kita ralat: ya harap maklum, namanya juga saya manusia yang tergambar seperti yang di atas itu.

Entahlah, mungkin memang aku yang berpikiran terlalu rumit, mungkin kalian memang sedang mempunyai kesibukan sendiri, yah, dalam jangka waktu yang lama, mungkin kita memang berbeda paham, mungkin tanpa disadari kita telah berbeda arah sejak lama, dan sekarang kita sudah terlalu jauh. Tidak, bukan hanya kalian, aku tau kalau aku juga demikian, maaf untuk itu. Yang aku tanyakan, apa masih ada jalan pintas ke tempat yang kau tuju di sekitar sini? Setidaknya kita tidak harus berjauhan, setidaknya aku tau aku masih memiliki seseorang untuk menarik tanganku kalau-kalau aku terperosok ke jurang, dan setidaknya aku bisa berjalan dibelakang kalian, atau mungkin berdampingan. Apa kalian juga memiliki pikiran yang sama? Tidak? Oiya, aku lupa kalau kalian sudah menemukan tujuan :-)

Tidak bisa dipungkiri aku merindukan saat di mana aku tertawa selepas-lepasnya, berbicara seterang-terangnya, berteriak sekeras-kerasnya, bahkan menangis sejadi-jadinya dihadapan kalian. Entah kalian merindukannya atau tidak, yang jelas aku sangat merindukannya. Ingat tidak, kita sama sekali tidak membiarkan jarum jam itu bernafas di sela-sela perbincangan kita? Iya, karena kita selalu menimpalinya dengan ocehan anak SMP. Bagus, sekarang aku bingung apakah harus tertawa atau menangis mengingatnya. Kita sama-sama sadar kalau kita tidak seperti dulu. Sangat jauh berbeda, nggak tau berapa derajat bedanya. Mungkin kita memang berjalan di rute yang berbeda, tapi kalian tau di mana bisa menemukanku, dan ke mana bisa menghubungiku. :-)

Duh, si Mbok mulai sewot lagi, katanya makin larut kok makin mendayu melambai nyiur di pantai. Iya, tau, emang gak lucu kok. Yasudah deh, udah kepanjangan juga ceritanya. Terima kasih telah membuang waktumu yang berharga ☺

Note: Miss you so sa, tam, be, yul *hugs and kisses*








Friday, June 8, 2012

Kembali!

Hai! It has been a long time since my last post, huh? Hahaha bulan yang berat. Sejujurnya, tidak akan terasa begitu berat kalau tidak di ambil pusing, tapi yah, kalau tidak memusingkan bukan hidup namanya. Kidding.
Banyak yang terjadi dalam kurun waktu kurang-lebih yaaah, sebulan ini. He's here now, with me. Maksudku, benar-benar bersamaku. Mukjizat? Jadikan itu sebagai opsi kedua.

Oke, ada pergelutan antara hati dan otak di sini. Dua unsur kehidupan ini memang jarang ditemui bergerak searah. Entahlah, ada yang bilang memang seperti ini kalau sudah bersama. Yang dulu diharapkan kembali muncul. Tidak, bukan muncul seperti apa yang dibayangkan dulu, hanya sekedar bertukar sapa, hal-hal standar dalam pertemuan 'teman' lama. Teman....benarkah? Baiklah, bukan teman. Kenalan? Tidak seasing itu. Sulit menjelaskannya. Karna memang tidak pernah benar-benar berteman. Penantian dalam jangka waktu yang cukup lama, tidak ada yang lebih menyenangkan selain jawaban dari penantian itu sendiri. Ah, kenapa harus dipusingkan? Sekarang tidak lagi penting teman, orang asing atau bahkan penantian. Toh, sudah kutinggalkan di belakang dan kubiarkan berdebu digerogoti waktu.

Apa masa lalu selalu seperti ini? Apa serpihannya memang selalu menyiksa seperti ini? Apa masa lalu selalu menimbulkan perbandingan? Ketika masa lalu mengacaukan semuanya. Aku sudah bergerak maju, kenapa masih ada yang menahan? Atau, hanya sekedar sugestiku sendiri? Ini akan menjadi perjalan yang mudah kalau kau menegaskan kau di sini. Tidak, aku tidak menuntutmu untuk jadi yang aku inginkan, karena kalau begitu aku tidak mencintai apa yang ada dalam dirimu, aku hanya mencintai apa yang aku mau.

Ada begitu banyak kata-kata yang siap ku lontarkan untukmu, tapi ntah kenapa, kata-kata itu menguap begitu aku melihatmu. Atau mungkin aku hanya tidak ingin terlihat membosankan dengan semua keluhanku dihadapanmu. Semua ini membuatku menyadari satu hal, aku tidak bisa menjadi yang lebih baik, bahkan untuk sekedar mengimbangi pun tidak mampu. Aku merasa, kau mungkin akan terlihat bodoh kalau terus menanggapi ocehan anak kecil. Aku hanya merasa kalau kau mungkin muak menanggapi seorang anak kecil. Ini hanya beberapa dari begitu banyaknya pikiran yang berlalu lalang di kepalaku setiap malam.

Sudah hampir sebulan, tapi pikiran ini tidak bisa diam, melayang-layang entah kemana. Sulit memang menarik sisi positif yang tersirat di setiap peristiwa. Semuanya seolah mencengkram otak layaknya adonan kue dan mengacaukan sistem kinerjanya. Kita sama-sama tau kalau menahan emosi bukanlah hal yang mudah, dan kau tau? Menahan tekanan batin sama sulitnya.

Satu yang kuminta, tegaskanlah kalau kau memang benar-benar di sini.