Pages

Thursday, August 30, 2012

Hari-hari Setelah Kemarin

Sudah lebih dari 48 jam salah satu maskapai penerbangan ternama meninggalkan lapangan terbang Polonia, Medan. Tanpa ada pertemuan terakhir yang selalu kita nantikan, yang selalu kita bicarakan, yang selalu kita khayalkan, nyatanya kita tidak pernah benar-benar menciptakan pertemuan terakhir itu. Bagaimana kabarmu? Bagaimana harimu di sana? Bagaimana keadaanmu? Apakah seburuk keadaanku? Iya, aku terus saja memikirkan semua kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi, dan itu bukanlah hal yang baik. Dengan keadaan yang seperti ini aku merasa setiap kabar yang kudengar tentangmu terasa jauh lebih berharga dibandingkan yang sebelumnya. Apakah kau merasa demikian? Aku ingin tau bagaimana perasaanmu, bagaimana keadaanmu yang sebenarnya, seperti apa kegiatan yang menyita waktumu, aku ingin mengetahui semua yang kau lakukan tanpa harus kau jelaskan. Konyol? Ya, aku tau, bukankah seperti biasanya?

Bagaimana kalau aku merindukan kehadiranmu? Bagaimana kalau aku ingin melihat wajahmu secara langsung, mendengar suara yang keluar dari mulutmu dan tertangkap oleh telingaku sendiri tanpa ada perantara yang selalu terputus setelah sepersekian menit? Bagaimana kalau aku ingin melihatmu tertawa dengan mata kepalaku sendiri? Bagaimana kalau aku ingin kau disini? Tidak usah kau pikirkan jawabannya.

Just let me be one of your reasons to come back here. Let me be one of people you miss the most. Let me know you're missing me a lot.

Tunjukan pada mereka kalau kita memang bisa bertahan. Bukan bertahan semampunya, bukan bertahan yang seperti itu. Tapi, benar-benar bertahan karna kau akan segera pulang dan kita akan kembali seperti dulu atau aku yang akan menyusulmu. Hari-hari dalam bulan selanjutnya akan terasa sangat lama kalau aku menunggu ponsel ini berbunyi. Berbeda dengan hari sebelum kau meninggalkan kota yang menjadi rumahmu ini. Aku masih ingat bagaimana aku mendapati waktu terasa berjalan sangat cepat dan sadar bahwa kau akan segera pergi. Bahkan sekarang, ponsel ini terasa memuakkan.

Sunday, August 26, 2012

Kembali ke Kenyataan untuk yang ke-...Entahlah

Hai, setelah berhari-hari berteman dengan malam, sepertinya ini malam terakhir untuk tetap terjaga jam segini. Ini Minggu bung, besoknya Senin, what a fact! Kembali bergelut dengan sekolah dan segala isinya, kita lihat saja bagaimana waktuku habis terkuras sampai tetes terakhir, dan sekarang kita lihat sudah sampai mana tugas-tugas itu? Hmm, tidak ada perubahan yang berarti. TIDAK BISAKAH KALIAN MENCARI JAWABAN SENDIRI? *ngancungin telunjuk ke buku*

Siapa sangka ini hari terakhir berleha-leha? Hitungan jam lagi harus sudah berkutat dengan segala macam yang berbau sekolah. Kenyataan yang menyedihkan memang. Dipaksa kembali bertempur dengan pikiran-pikiran seperti "ah, salah jurusan nih", "bentar lagi juga gak sanggup", "ujian nanti gimana?", dan mungkin "hm, maaf kalian siapa?". Tapi, ya, siapa lagi yang bisa diandalkan selain diri sendiri? Pahitnya obat tablet dirasain sendiri, sembuhnya juga di badan sendiri. Harus berjuang 2 tahun lagi. 2 TAHUN SEPERTI INI, DENGAN KONDISI YANG SEPERTI INI. Perlu dijelaskan seperti apalagi? Tidak ada yang lebih menyenangkan selain memikirkan kemungkinan terburuk (baiklah, itu hanya ungkapan).

SMA, masa-masa menyenangkan, katanya. Sebagian besar orang sedang, masih, dan sudah merasakannya. Berlaku untukku tidak? Bolehkah? Buku-buku ini penyiksaan! Bayangkan, siapa mau ke pasar, beli beras sekian kilogram menggunakan prinsip Pythagoras? Tidak satu orang pun. Dan prinsip-prinsip semacam itu semakin rumit seiring bertambahnya tingkatan pendidikan. Aneh. Mungkin tidak bagi kalian bercita-cita menjadi Profesor, Insinyur, atau bahkan Arsitek. Besarnya derajat kemiringan sangat berpengaruh untuk apapun itu, aku benarkan? Dan aku bahkan tidak menaruh minat diantara semuanya. Anak nyasar dari mana nih? Mungkin kalian akan berpikir begitu kalau melihat aku duduk di bangku jurusan apa. Lucu, kalian bahkan tidak tau bagaimana sulitnya menuliskan IPA/IPS di angket yang disediakan. Itu adalah pilihan yang sulit untuk orang sepertiku yang tidak punya gambaran apapun tentang jadi apa aku kelak. Ternyata, jalan yang seperti inilah yang harus aku jalani. Yah, welcome to reality!

Salam,
Tias dengan pikiran yang tercecer entah dimana

Thursday, August 23, 2012

Kilasan Agustus

Medan, (hm...pukul berapa sekarang?) Oke, 00:04, sudah memasuki hari baru ternyata. Hari ke 23 di bulan Agustuspenghujung bulan dan kedengarannya sedang hujan di luar sana. Baiklah, apa yang baru? Acara buka bersama yang diadakan angkatan di bawahku tanggal 5 lalu berjalan lancar, buka bersama pecahan botol 7-2 angkatanku pun tidak seburuk yang dibayangkan (people change, they've grown up! Seperti remaja pada umumnya segalanya berubah pada mereka), aku, Papa, dan kedua kakakku memberikan kejutan kecil untuk ulang tahun Mama tanggal 14 kemarin, Ramadhan telah berakhir sekitar 4 hari yang lalu, dan Fajar memasuki umurnya yang ke 18 tahun 2 hari yang lalu, selebihnya adalah hari-hari yang berjalan seperti biasa, tapi tidak sesibuk bulan lalu. Oh iya, Minal aidin walfaidzin sebelumnya, maaf kalau selama ini waktu kalian terbuang sia-sia kalau tanpa sengaja kalian membaca beberapa tulisan menyedihkan ini. Ya, jarang sekali aku menceritakan cerita yang bahagia, bukan? Maaf untuk itu. Aku juga minta maaf karena semua tulisan yang ada dalam postingan sebelumnya terkesan terlalu berlebihan. Aku memang pandai melebih-lebihkan.

Oke, lupakan, sekarang apa yang akan kita ceritakan? Hmm...sekolah akan kembali dimulai tanggal 27 nanti, dan mahasiswa perantauan itu juga akan kembali ke Yogyakarta pada tanggal yang sama. Aku belum memiliki persiapan untuk keduanya. Aku menyedihkan ya? Semua tugas-tugasku masih menunggu untuk diselesaikan. Tidak, bukan karena aku malas. Begini, aku sudah menyelesaikan beberapa soal yang diberikan tapi tidak sebagian besar, karena aku tidak menemukan jawaban dari hampir semua pertanyaan yang diberikan. Padahal menurutku seharusnya semua jawabannya tersedia dalam buku yang sama. Jadi, bagaimana aku menyelesaikannya? Yah, semoga saja pertanyaan-pertanyaan itu bisa menemukan jawaban mereka sendiri.

Dia akan segera berangkat menempuh pendidikannya kurang dari seminggu lagi, apalagi yang bisa kuharapkan selain pertemuan terakhir, setidaknya untuk sekitar 4 tahun kedepan (mungkin)? Selebihnya aku percayakan padanya. Apa jadinya kalau aku benar-benar tidak bisa menemuinya selamakatakanlah setahun penuh? Baik, dia benar, itu urusan nanti. Kurasa cukup membahas ini sebelum postingan ini benar-benar berubah menjadi kisah sedih memilukan dua hati yang terpisahkan jarak.

Ohiya, aku diperlihatkan beasiswa sebuah Universitas swasta di Jakarta, ya, ibukota yang katanya padat semerawut, Ilmu Komunikasi terdengar menarik, bukan? Tidak hanya itu, Universitas di Yogyakarta juga terdengar lebih menarik, kalian bisa menebaknya. Masih berpikir untuk meninggalkan Medan dan menjadi anak rantau, jauh dari Orang Tua, jauh dari bantal gulingku yang terlihat lebih empuk dan nyaman kalau pagi, jauh dari tembok ini juga, jauh dari semua orang-orang yang membuatku merasa tidak konyol sendirian. Sedikit mengerikan membayangkannya. Jangankan membayangkan aku yang di luar kota sana, membayangkan aku melewati ujian Semester untuk tahun ini saja jauh lebih mengerikan. Entahlah, aku belum mau gila sekarang.

Jadi, yah, bulan ini cukup menyenangkan, tapi kurasa aku terlalu banyak mencuci mataku. Pikiranku semakin parah bulan ini. Baiklah, cukup sampai sini sajalah, aku juga tidak tau harus membual seperti apalagi.

With Love,
TSeptilia