Pages

Monday, February 9, 2015

Antara Realistis dan Eskapisme


Satu semester berlalu dengan ketenangan yang—sebenarnya sedikit—dipaksakan. Waktu seolah menggelinding begitu saja, tahu-tahu sudah pukul sekian, sudah minggu ke sekian. Saya sendiri seperti orang linglung karena kesulitan mengingat hari. Saya ingat pernah meminta biar tahun ini bergulir saja dengan cepat, tapi saya tidak pernah menyangka akan secepat ini. Masih gamang kalau menelisik beberapa langkah ke belakang, takjub pada apa yang telah saya lewati, ternyata sekeras itu saya tertempah 2 tahun yang lalu, yang bisa saya rasakan dampaknya sekarang ini.

Tidak ada lagi wajah-wajah menyebalkan yang sangat familier bagi mata saya selama 3 tahun yang lewat. Wajah baru yang berusaha saya kenali 6 bulan belakangan inilah yang berlalu lalang hampir tiap hari. Orang-orang yang akan mengumpat bersama saya ke depannya. Orang-orang yang mungkin akan melihat saya jatuh untuk kemudian bangkit kembali. Saya sama sekali tidak punya gambaran akan seperti apa saya menjalani tahun-tahun ke depan. Menerka pun tidak berani, takut dikecewakan mimpi.