Pages

Monday, July 30, 2012

Hitungan Minggu, Mungkin?

Saat kali terakhir aku melihatmu, aku terus merapalkan doa supaya pertemuan itu tidak benar-benar menjadi yang terakhir. Menggenggam tanganmu adalah satu dari sekian banyak hadiah Tuhan yang paling aku syukuri. Aku berusaha untuk memeluk memori itu dalam ingatanku sebisa mungkin supaya tidak ikut terbuang bersama cerita kusam sebelumnya.


Memikirkan bagaimana ibukota dan selat membentang jarak ribuan kilometer selama kurang lebih 4 tahun masa bagimu untuk menyelesaikan pendidikanmu di sana membuat perutku bergejolak, seolah ada mesin penggiling tak terlihat di dalamnya. Bagaimana menahan rindu yang membuncah saat kau berada di luar jangkauanku? Apa tidak ada yang lebih buruk? Rasa rindu yang kian menggila setiap harinya membuat jarum jam tampak jauh lebih lamban dari biasanya. Ada saat di mana aku merasa waktu berjalan sangat lambat saat aku merindukanmu dan di saat yang bersamaan, waktu berjalan sangat cepat mengingat kau akan segera melintasi berbagai ibukota dalam beberapa minggu. Segala macam pikiran tentang berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi tidak henti-hentinya merecoki malam di mana seharusnya aku tidur.

Ada beberapa kalimat dari novel yang kubaca, yang kemudian membuatku tertohok cukup dalam.
"Hubungan jarak jauh selalu berusaha bertahan sebisanya, tetapi pudar juga seiring waktu berjalan."
"Mereka bilang, bila ada sesuatu yang tidak bisa dikalahkan oleh cinta, maka itu adalah jarak."
Bagaimana menurutmu? Medan-Jogjakarta memang bukan jarak yang bisa ditempuh 15 atau 30 menit perjalanan biasa. Sedangkan kau masih berada di kota yang sama saja aku masih terus merindukanmu. Kau juga pernah bertanya seperti itu. Bagaimana nanti?

Menyebalkan ya? Selalu seperti ini. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum akhirnya benar-benar jauh. Belum lagi jaringan yang terus menguji kesabaran setiap hari. Komunikasi yang seperti ini tidak bisa menjamin bisa mengurangi rasa rinduku. Aku belum tentu bisa mendengar suaramu setiap hari. Hubungan telepon yang terus terputus entah setelah menit keberapa. Mungkin pertanyaan yang sama hinggap di benakmu, bagaimana kita bertahan? Katamu, ya jalani saja. Tapi, yah menurutku kau benar, apa lagi yang bisa ku lakukan selainkan membiarkannya berjalan seperti yang seharusnya? Just let time tells us if it's something we worth fighting for, doesn't we?


Ada yang pernah bertanya, 'apa kau tidak takut berhubungan jarak jauh?'. Tentu saja aku takut! Ya, walaupun aku tau kau menjejakkan kaki di sana untuk menempuh pendidikan dan mengejar mimpimu, aku tau itu. Tapi, perempuan mana pun di muka bumi pasti akan takut kehilangan laki-laki yang dicintainya. Aku hanya bisa mempercayaimu. Iya, aku percaya padamu. Jangan membuatku menyesal karena mempercayaimu.

Sunday, July 15, 2012

Rute Satu Tahun

Wah, sudah satu tahun ternyata seragam ini melekat di badan. Kalo ngaca udah anak gadis, udah remaja. Udah nggak bisa menye-menye lagi, nggak bisa mengkek kayak anak bayi minta dot susu vanilanya. Menapaki masa-masa sebagai seorang anak SMA kelas 11, jurusan IPA pula. 6 hari belajar efektifnya diisi sama rumus-rumus yang entah ada berapa, yang entah apa namanya. Nantangin masa depan hanya bermodalkan nekat bukan tekad seperti 47 orang lainnya yang duduk di kelas yang sumpeknya ngalah-ngalahin pajak pagi. Waktu ditanya cita-citanya aja rata-rata pada jawab dokter. Jangankan niat, terlintas di kepala buat jadi manusia di balik setelan putih bau obat itu aja nggak pernah. Ini dia yang sulit, cita-cita. Mau jadi apa ke depannya? Masih belum ada gambaran, masih terombang-ambing ngikutin arus, yang besar kemungkinan buat hanyut, sukur-sukur jago renang.

Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa-masa yang kata orang banyak masa yang paling indah seumur hidup, yang paling unforgettable sangking berharganya. Ntah kurang menikmati "masa-masa indah sekali seumur hidup" atau memang belum kerasa, masih merasa asing sama kondisi yang seperti ini. Terkadang teringat masa-masa dulu, waktu masih mengenakan rok biru dengan dua lipatan. Masih belum mengerti tentang menentukan pilihan. Masih cengeng, yah walaupun sampai sekarang. Sedikit menyedihkan kalau mengingat yang dulu. Sekali jatuh, susah buat berdiri. Nggak bisa kesenggol sikit sama kenyataan.

Oh iya, sudah ada simbol yang menempel di lengan kiri seragam putih yang yah sedikit berat. Tidak, bukan berat yang sebenarnya, maksudku harus menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Tapi, who knows?

Kembali ke paragraf awal, menyedihkan memang, bertarung tanpa tameng, senjata dan baju zirah. Belum ada satu minggu menginjakkan kaki di kelas yang sekarang, tapi rasanya mulai ragu. Mulai berpikir sepertinya sudah salah kelas dari awal. Mereka ini orang-orang yang mungkin akan tetap melangkah di sampingku, atau bahkan di depanku sampai 2 tahun ke depan. Bedanya, mereka sudah punya tujuan, sedangkan aku sendiri masih ragu untuk mengambil langkah. Masih sulit untuk menganggap mereka teman, belum terbiasa mungkin. Tapi, memang sepertinya tidak bisa, mereka itu orang "atas".

Oke intinya, tembok saya masih cukup untuk saat ini.