Satu tahun lagi terlewati dengan aman sentosa.
***
Genap setahun saya menanggalkan seragam putih abu-abu. Dalam
jangka waktu itu pula saya menyandang status sebagai mahasiswi. Tidak lagi
berbagi meja dengan Hilda, tidak lagi menelan mata pelajaran yang mengulas
semua bidang sains. Sekarang saya di sini, mengambil jalan yang telah saya
pilih beberapa hari tepat sebelum angket pemilihan jurusan dikembalikan ke
bidang kurikulum sekolah.
Tahun ketiga saya sebagai siswi sekolah menengah atas
terbilang santai. Di saat orang lain menyibukkan diri dengan bimbingan belajar
dengan dalih mempersiapkan diri untuk ujian masuk universitas, saya memilih
untuk mempersiapkan sendiri—dengan bantuan teman saya yang juga mengikuti
bimbingan belajar. Saya hanya mengikuti bimbingan untuk memperdalam ilmu Kimia saya, entah kenapa, itupun
hanya satu semester. Selebihnya, saya terus merecoki teman saya itu.
Tak banyak perubahan dalam pergaulan saya di kelas. Sedikit
banyak, saya mulai membuka diri namun tetap membuat jarak. Saya lebih banyak
menolak ketimbang mengiyakan ajakan mereka untuk sekedar makan bersama. Entah kenapa
saya masih merasa asing. Tapi, tetap, bukan berarti saya membenci mereka. Saya hanya
merasa...berbeda.
Tahun ketiga juga berarti melepas jabatan yang saya sandang
di ekstrakulikuler yang saya geluti. Bagian ini yang paling berat sebenarnya. Selama
3 tahun kami berusaha untuk saling menerima, bukan sedikit waktu yang saya bagi
bersama mereka. Sampai bosan rasanya. Ritual serah-jabatan bukanlah agenda yang
saya sambut secara suka cita. Dengan melepas jabatan seolah menjadi lampu kuning—kami
akan segera meninggalkan kelompok ini. Sekali lagi kami berdiri di hadapan
adik-adik yang kelak akan memegang kendali yang telah setahun kami pegang, menghujani mereka dengan petuah-petuah dan harapan kami kedepannya. Kami
terlalu menyayangi persaudaraan ini. Tapi, toh kami tetap harus bergerak maju.