Pages

Sunday, June 30, 2013

Hah

Assalamualaikum, haiiii.

Wah, sangat tidak terasa besok tanggal 1 Juli. Bulan ini berlalu sangat padat, sambar sana sambar sini. Sedikit ruang buat tarik nafas.

Aku ndak ikut perpisahan kelas tahun ini, sebagai gantinya ke Panyabungan sama Bunda dan makhluk lainnya. Sebenernya bukan liburan sih, kesana sekalian belajar sama latihan juga. Kemaren juga udah terima rapor yang hasilnya buat tarik nafas. Ndak ngerti deh liat nilai. *bakar rapor*

Aku ndak mau ambil pusing sama cerita yang telanjur selesai sebelum mulai. Kalo emang jodoh kan ndak lari kemana. Biarpun aku mengelana sampai ke Jawa sana.

Oiya, selamat menjadi anggota Temuga seutuhnya angkatan 14! Selamat ya, adik angkat, Ruri Arindri. Semoga menjadi adik yang baik dan nggak bikin malu. Hehehe. Sok banget aku ya sementang senior paling tua. :))

Selamat ulang tahun buat Arby tanggal 13, Upek tanggal 14, Eky tanggal 22. Terus juga Mbak Rere tanggal 29 kemaren. Me love you, Sistaaa! Syelamat buat kaliaaan! Bunch of love. <3

Ndak bisa cerita banyak nih. Udah lupa juga kemaren-kemaren ngapain aja.-_- Yang jelas, insyaAllah, lusa berangkat ke Bandung. Nggak nyangka bisa sampai ke tahap ini. Sekalipun sampai bercucuran air mata, sesenggukan, sesak nafas. Semoga latihan kita kurang lebih satu bulan ini bisa bermanfaat dan kita bisa memberikan hasil yang terbaik. Tim Sumut! Akakis! Bismillah.

Hugs!
Yas

Sunday, June 23, 2013

Kan kukujungi kota yang menyimpan tanya, biar kutelusuri jejakmu. Kujelajahi tiap sudutnya, biar kubentuk kenangan baru. Kalau memang Tuhan mengijinkan, akan kulukis jalanan Jogja dengan cerita baru. Bismillah.

Untuk sebuah cerita yang berakhir tanpa awal, mari kita melukis dan berlari mengejar mimpi bersama walau terpisah pada persimpangan. Setidaknya, mari berlari sebagai teman.

Saturday, June 15, 2013

Saya Butuh Mental

Assalamualaikum. Hai, selamat malam.

Kalian pernah merasa suatu masalah terasa amat kompleks di dalam otak kalian, padahal itu hanya masalah kecil yang tidak penting? Saya pernah. Saya memiliki masalah dalam memproyeksikan satu hal sepele menjadi hal yang terasa sangat berat di kepala saya. Sebuah pemikiran yang membunuh saya setiap malam, membuat saya kehabisan nafas karena sesenggukan. Saya tenggelam selama satu minggu belakangan tanpa saya tau kenapa saya bisa tenggelam.

Tapi, saya hampir tidak pernah merasa sesesak tadi, selemas tadi, bahkan sampai tidak saya rasakan lagi kekuatan di lutut saya. Saya meledak di hadapan orang. Padahal saya sudah meyakinkan diri saya sendiri kalau saya tidak boleh sefrontal itu. Saya ingin bicara, tapi seketika saya lupa bagaimana caranya berkomunikasi. Saya bahkan tidak membuka mata saya sekedar untuk melihat siapa yang berdiri di depan saya. Yang saya tau, saya telah kalah dengan monster di kepala saya. Mereka berhasil menguasai saya dengan segala asumsi negatif yang mereka cecoki setiap malam.

Sunday, June 9, 2013

Perjalanan 54

Beberapa waktu lalu, saya memutuskan untuk pulang sendiri. Tidak mencoba untuk menghubungi orang rumah dua kali hanya untuk menjemput saya di depan jalan. Saya rasa, saya bisa memulai untuk tidak merepotkan orang lain dengan pulang sendiri.

Satu-satunya angkutan umum yang bisa mencapai daerah rumah saya dengan jarak terdekat hanya angkutan dengan nomor 54, dengan pintu masuk dari belakang, angkutan yang sudah tergolong jadul dan tinggal menunggu rubuhnya saja. Itu pun, saya masih harus berjalan kaki selama kurang lebih 10 menit untuk sampai ke rumah. Saya jadi memiliki waktu untuk berenang dalam pikiran saya yang berjelimet.

Hari itu, saat angkutan umum yang saya tumpangi sedang berhenti, atau istilah jalanannya "ngetem", seorang nenek naik, saya yang saat itu duduk di deret kanan dekat pintu masuk, bergeser ke kanan, mempermudah si nenek untuk duduk. Beliau sendirian. Tapi, tidak terlihat kesepian, beliau sesekali bergurau dengan saya, bercerita tentang pasar hari itu. Senyumnya tulus, saya terhenyak. Saat angkutan yang saya tumpangi mulai berjalan, sesekali saya mencuri pandang ke nenek di sebelah saya. Mungkin usianya sudah 70 tahun atau mungkin lebih. Tapi, senyumnya tidak pudar seiring fisiknya. Tangannya terlihat tua, kulitnya keriput, tapi masih terasa kokoh saat menyentuh tangan saya. Tak lama, beliau turun.

Selang beberapa meter, kembali naik penumpang. Kali ini kakek yang naik, sendirian. Beliau tidak jauh berbeda dengan nenek yang saya temui sebelumnya. Beliau memiliki senyum yang tidak pupus termakan usia. Beliau masih kuat untuk berjalan sendirian. Mungkin karena beliau laki-laki.

Saya sempat berpikir, apakah saya akan melewati masa senja saya sendirian seperti kedua orang tua yang saya temui kemarin? Atau apakah Ayah atau Ibu saya akan berjalan sendirian seperti mereka? Apakah nanti saya akan menemukan Ibu saya naik angkutan umum tanpa ada anak-anak atau cucunya? Apakah nanti saya akan menemukan Ayah saya kebingungan di pinggir jalan karena jalanan ramai sedangkan beliau tak lagi lincah? Apakah orang-orang yang berbicara dengan Ibu saya akan menaikkan alis dan menghela nafas saat Ibu saya tidak lagi memiliki daya dengar yang baik?

Apakah saya masih bisa berada di samping mereka untuk setidaknya membimbing mereka menyeberangi jalan seperti yang mereka lakukan saat saya masih kecil? Apakah saya bisa membuat senyum mereka terselip di antara guratan kehidupan di wajah mereka? Apakah saya sudah mampu melunasi setidaknya separuh dari seluruh yang mereka berikan kepada saya? Apakah saya masih bisa berbaring di antara kedua orang tua saya walaupun rambut mereka tak lagi hitam legam?

Saya hanya ingin mencintai mereka sampai waktu yang tak terjamah. Saya sadar, semenjak saya duduk di bangku SMA, waktu saya lebih banyak di luar, dibanding di rumah. Bahkan di rumah pun, saya lebih memilih di kamar. Seperti sekarang ini, saya merasa apa yang saya berikan belum pantas untuk dikata cukup membahagiakan mereka. Saya yang tadinya ingin melukis garis tawa di sekitar bibir mereka, malah menambah garis lekuk di kening mereka. Saya hanya ingin mereka tau, sekalipun saya memikirkan orang lain, mereka adalah orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya.

Medan, dalam satu atap kokoh,
Salam,
Anak terakhir kalian, Ma, Pa,
Yas

Saturday, June 1, 2013

June

Assalamualaikum!!

Wah, Mei udah berubah wujud. Padahal, sebenernya Mei kemarin banyak cerita, cuma karena ngejalaninnya bersungut-sungut, jadi nggak ada yang bisa diceritain. Mei kemarin adalah perjuangan yang bener-bener perjuangan. Perjuangan melawan kenangan. *tsaah*

Selain itu, Mei adalah perjuangan untuk mempertahankan piala bergilir Expo, and we did it! Alhamdulillah. Rasanya lega, bebannya nguap dikit. Iya, dikit aja. Hehehe.

Terus, main-main sama Mama ke Pasar Malam itu unyu maksimal. Udah lupa kapan terakhir kali makan permen kapas di Pasar Malam. Tapi, dari dulu sampe sekarang, kalo jalan tetep gandeng Mama. <3

Setiap hari selalu penuh pilihan, pilihan tentang apa aja. Mei kembali mengajari tentang pilihan. Terima kasih, Mei. I moved.

Selamat datang, Juni! Bulannya ujian, bulannya sibuk. Berjuang buat bulan Juli! Lusa udah mulai ujian, tapi masih aja stress. Gatau bisa apa nggak. Tapi, usaha dong!! Doakan, ya! *berasa ada aja yang baca ini blog*

Medan, kamar,
Yas