Pages

Friday, December 30, 2011

Duduk terpelongo, berusaha menenggelamkan diri dalam rangkaian abjad kaku yang baru kuselamatkan tadi siang. Mencoba untuk menyuntikkan organ bernama otak dengan pikiran berbobot dan logika. Menghalusinasikan sebuah konversasi singkat bermakna. Hanya sekedar hiburan untuk diri sendiri dan menenangkan jiwa yang semakin goyah. Titik labil masa remaja, mungkin. Sekaligus memelototi barang elektronik yang bermula dari buah pemikiran A. Graham Bell yang ada di sebelah kananku. Berharap, benda mati itu mau berbunyi sedikit memberi tahu adanya pesan yang masuk. Tapi, gagal.
And, here I am. Larut dalam sebuah blog sederhana yang berisi omong kosong. Tidak ada yang memaksa kalian untuk meneliti setiap huruf yang tercipta. Beruntungnya, ada pilihan berbentuk 'X' di sudut kanan atas layar yang kalian pelototi ini. Klik saja kalau sudah merasa muak. Ada peraturan bernama HAM di negara ini.
Mencoba menerima pendapat orang lain. Sulit memang dikomentari seperti itu, seolah-olah yang kita lakukan hanya sia-sia. Wasting time. Merasa tidak dihargai. Tapi, itulah manusia, tidak pernah puas. Yang bisa dilakukan? Jalani saja. Bukankah hidup selalu seperti itu? Kalaupun jarum jam itu berhenti berfungsi, toh bumi ini tetap akan berotasi dan berevolusi seperti seharusnya. Waktu tetap berjalan. Begitu pula dengan manusia. Suka tidak suka dengan kenyataan tetap harus bergerak untuk tetap hidup. Bukankah begitu?
Hidup berisi dengan berbagai pilihan yang menjebak. Entah itu pilihan untuk hidup atau mati. Bergerak atau diam. Bangkit atau jatuh. Semua konsekuensinya dirasakan langsung oleh si pemilih, baik yang menguntungkan atau merugikan sekali pun. Butuh pemikiran bijak dan ketelitian agar tidak salah langkah.
Terkesan mengajari? Tau apa bocah 15 tahun tentang hidup? Yah, 15 bukan angka yang kecil, tapi Tuhan sudah mengajariku banyak hal dengan cara-Nya yang ajaib. Melahirkan pemikiranku yang seperti ini. Dari setiap penantian yang membuahkan rasa jenuh maksimal. Menunggu hal yang tak kunjung terjadi.
Menunggu itu pemborosan. Membuang tenaga, waktu, pikiran, perasaan, bahkan membuang logika. Tapi, lucunya susah bagiku untuk belajar dari pengalaman.
Apa inti dari bacotan ini? Hahahaha ntah. Pembicaraan yang berputar-putar, tidak tahu apa pokoknya.
Tinggal 27 jam 30 menit lagi 2011 akan digantikan 2012. Tapi, tidak tampak akan ada perubahan yang jelas di sini. Palingan cuma hari, tanggal, bulan dan yang pasti tahun. Lainnya? Nothing different. Cuma bisa ngarepin yang terbaik. Dan menebak apa yang akan terjadi, tebak-tebak buah manggis.

Thursday, December 29, 2011

Mekanisme hidup tampaknya semakin buram untuk dimengerti. Lucu. Berusaha mengerti sesuatu yang rumit. Tanpa ada jawaban. Mempercayai hal yang sudah jelas hanya fatamorgana ditengah-tengah keringnya kehidupan. Fakta yang semakin jelas terlihat. Membenci tokoh yang terus bermain di depan mata. Irikah? Mungkin. Katanya, iri berarti tidak mampu. Aku memang tidak mampu. Puas?
Mungkin meneriaki kekonyolan ini bisa mengubah sesuatu. Tapi, lucunya, tidak ada yang berubah. Memaki alur yang sudah ditetapkan, ibarat berharap onggokan semen berbentuk itu bisa bergerak. Tidak akan ada yang terjadi. Menyalahkan keadaan yang sudah terlihat jelas bagaimana akhirnya.
Hanya bisa menerima. Menunduk meratapi jalanan sepi yang berbatu penuh jurang. Melangkah terhuyung-huyung mencari cahaya. Sendirian. Menoleh ke kiri dan kanan, berharap ada yang mengulurkan tangan. Berharap sosok yang tadinya hilang bersedia hadir kembali. Nyatanya hanya bertemu dengan angin. Hai, angin. Teman lama. Hahaha
Entah marah pada siapa. Pada apa. Muak luar biasa. Mencapai titik teratas kekesalan. Tertohok melihat semuanya berjalan baik-baik saja tanpa ada raut kehilangan atau sekedar mencari ada yang hilang, tanpa ada yang menyadari bahwa ada orang lain disini, yang masih menunggu. Apa yang bisa dilakukan? Tertawa saja. Belajar memahami selera humor takdir. Tertawai mimpi-mimpi, kepercayaan, harapan.

Sunday, December 25, 2011

Siapa sih yang mau dilahirkan sebagai orang gagal? Sebagai orang yang nggak becus dalam hal apapun? Apa kita bisa milih mau dilahirin gimana? Kan nggak sih. Udah sukur dikasih hidup.
Aku taunya aku nggak bisa apa-apa. Tapi, aku juga manusia bos. Punya rasa membutuhkan dan ingin dibutuhkan. Setidaknya gak sia-sia Tuhan nempatin aku disini. Setidaknya, adalah gunanya aku disini. Pengen dianggap. Itu aja. Gak muluk-muluk kok.
Ini perasaan lek. Bukan kresek yang dipijak-pijak tetap utuh. Lebay? Gak peduli aku.
Aku ada. Bernafas disini, bergerak. Masih hidup. Ketawa-ketawa kayak gadak masalah bukannya gak sakit.
Ngarepin tangan yang terulur buat nangkep, tapi gak ada yang datang. Ngeraih angin? Bodoh.
Ngarepin suara yang bantuin bangkit, tapi sunyi senyap kayak kuburan. Ngomong aja sama tembok. Hahaha.
Dikit aja dari waktu yang kelen punya. Ada?

Saturday, December 17, 2011

Berusaha mengerti. Berusaha melihat dari sisi positif. Berusaha mengejar cahaya yang kian menjauh. Jarak semu yang tercipta kini semakin nyata. Jelas. Jauh. Lebar. Curam. Tanpa celah untuk mengimbangi.
Terlalu lelah untuk merangkul. Terlalu kacau untuk percaya.
Menjauh? Diam? Berpura-pura? Bergunakah?
Entah kekuatan dari mana bisa berdiri sampai saat ini. Dengan semua......yah, ini.
Mempercayai hal yang sama sekali tidak nyata dan hanya sebatas selingan. Hiasan sederhana buku buram yang tertulis. Bisakah bertahan untuk seterusnya?
Bergerak mengikuti arus yang tak tentu arahnya kemana. Mencoba untuk bisa diterima. Dengan tekanan "harus" seperti itu. Mencoba untuk menjadi apa yang diharapkan.
Merasa tidak dibutuhkan. Adilkah? Hanya beberapa detik dari setiap putaran waktu yang tersedia. Bisakah aku rasakan? I doubt it.
Sadarlah.

Monday, December 5, 2011

Dan saya pun menyadari satu hal. Kalian telah terbang meninggalkan saya jauh dibawah. Kepakan sayap kalian terlalu hebat untuk bisa kusamai. Langkah kalian terlalu lebar untuk bisa kusejajari. Kalian telah menemukan rumah kalian. Aku? Ntah. Tau arah saja tidak. Untuk menyamai saja sulit, apa lagi melampaui. Oke! Selamat berjuang untuk kalian. Aku akan menyusul kalian. Kalau kalian terjatuh, aku siap menarik kalian kembali.

Galeri

Berhenti menapak untuk sejenak menoleh kebelakang. Mencoba mencari titik putih di antara goresan tinta hitam dalam lembaran cerita berdebu. Berusaha mengais harapan yang mungkin tertinggal. Berharap sang waktu sudi istirahat sebentar, memberikan kesempatan untuk bernafas sebelum akhirnya mati terbunuh ingatan kelam.
sistem pengatur ini tak lagi mampu bekerja hanya untuk memikirkan arah mana yang harus dituju, bahkan sekedar untuk mencerna apa yang terjadi saja pun tak mampu. Tangan ini tak lagi mampu menggapai bayangan yang tadinya menutup lensa mataku sampai aku buta akan kenyataan yang terpampang dimukaku. Jemari dari Tuhan tak cukup untuk bisa menghancurkan potret buram di galeriku sendiri.
Rekaman dalam kepalaku pun kembali terputar. Menceritakan kebodohan dan kesalahan yang tak kunjung bisa kupelajari, yang tampaknya kembali terulang untuk yang kesekian kalinya. Sebuah keteguhan yang melayang entah kemana. Sebuah kepercayaan yang menguap dan jatuh menjadi titik-titik kekecewaan. Mencoba memahami kata-kata yang terucap dalam keheningan. Mencari kebenaran dalam tumpukan omong kosong yang disodorkan.
Seirama dengan detak jantung yang kian terpompa tak beraturan, seolah realita mengatakan inilah garis akhir dari cerita yang telah tertulis. Mimpi yang tergambar hilang bersamaan dengan langkah yang kau ambil. Aku pun harus pergi sebagai orang lain.