“Jadi, kalau begitu alam semesta adalah sebuah undian lotere raksasa, ya kan? Kau membeli sebuah tiket saat dilahirkan, dan itu benar-benar acak, entah kau mendapatkan tiket yang bagus atau jelek. Semua itu hanya keberuntungan.
Kepalaku berputar memikirkannya, tapi setelah itu ada pikiran lembut yang menenangkan, seperti interval rendah pada sebuah nada utama. Tidak, tidak, itu tidak acak. Seandainya memang sepenuhnya acak, alam semesta akan menelantarkan kita seutuhnya, dan alam semesta tidak menelantarkan kita. Alam semesta menjaga makhluk ciptaan paling rapuh dengan berbagai cara yang tidak bisa kita lihat. contohnya dengan orang tua yang memujamu secara membabi buta. Dan seorang kakak perempuan yang merasa bersalah karena bersifat manusiawi terhadapmu. Dan seorang anak bersuara berat yang ditinggalkan teman-temannya karenamu. Dan bahkan seorang cewek berambut pink yang membawa fotomu di dalam dompetnya. Mungkin memang sebuah lotere, tapi pada akhirnya alam semesta membuat semuanya impas. Alam semesta menjaga semua burungnya.” ― Justin, Wonder (pg. 277)
“'Apa orang-orang masih terlihat sama saat ada di surga?'
'Entahlah. Kurasa tidak.'
'Kalau begitu, bagaimana orang-orang saling mengenali?'
'Aku tak tau, Sayang.' Mom kedengaran lelah. 'Mereka hanya bisa merasakannya. Kau tak membutuhkan mata untuk mencintai, ya kan? Kau hanya merasakannya di dalam dirimu. Seperti itulah keadaan di surga. Itu hanya cinta, dan tidak ada seorang pun yang melupakan orang yang mereka cintai.'” ― Mom to August, Wonder (pg. 309)
“Sebenarnya aneh juga, bagaimana kau bisa mengalami malam terburuk dalam hidupmu, tapi bagi orang lain itu hanya malam yang biasa.” ― August, Wonder (pg. 374)
“Tapi cara terbaik untuk mengukur pertumbuhan kalian bukan menggunakan inci atau jumlah putaran lari yang sekarang bisa kalian lakukan di lapangan, atau bahkan nilai rata-rata kalian―meskipun tentu saja semua itu memang penting. Melainkan apa yang sudah kalian lakukan dengan waktu kalian, bagaimana kalian memilih cara menghabiskan hari-hari kalian, dan siapa saja yang sudah tersentuh oleh kalian tahun ini. Itu menurutku, adalah pengukuran sukses yang paling hebat.” ― Mr. Tushman, Wonder (pg. 408)Hai, selamat malam! Hari ini aku mau bahas Wonder, novel terjemahan karya R.J. Palacio. Novel ini mengisahkan tentang seorang bocah laki-laki bernama August Pullman yang menderita Mandibulofacial Dysostosis. Jadi, penyakit ini perbandingan terjangkitnya kira-kira satu banding empat juta. Kalau penasaran, bisa tanya Mbah Google, sok atuh.
Menjadi seorang August dengan kondisi seperti itu sama sekali bukan hal yang mudah. August ini awalnya tidak pernah sekolah di tempat umum, dengan kata lain dia home schooling sama orangtuanya. Karena, menurutnya, apa yang terjadi pada wajahnya akan menjadi kendala, melihat apa yang sudah terjadi pada banyak orang yang baru pertama kali melihatnya. Kebanyakan akan menjerit histeris seolah-olah baru melihat alien atau makhluk menyeramkan lainnya. Sepanjang masa kanak-kanaknya sebelum sekolah, August yang lebih sering disapa Auggie ini punya teman dekat bernama Christopher yang tidak memiliki masalah dengan hal itu, tapi, tokoh Christopher ini tidak terlalu sering muncul ataupun berdialog. Selain itu dia juga mempunyai keluarga yang peduli dan menyayanginya dengan tulus.
Namun, tanpa sepengetahuannya, orangtua Auggie mendaftarkannya di sekolah umum yang berbeda dengan sekolah Via, kakaknya. Setelah mendapat penjelasan, Auggie mau mencoba dengan syarat dia bisa berhenti kapanpun dia mau. Auggie mengalami masa-masa sulit pada awal tahunnya. Meskipun dia memiliki beberapa teman yang ditugaskan kepala sekolah untuk menemaninya―Jack, Charlotte, Julian, tetap saja tidak semua orang mau berteman ataupun dekat-dekat dengannya, seakan-akan kalau mereka tanpa sengaja menyentuhnya, orang itu akan terjangkit penyakit yang sama keesokan harinya. Hanya Summer dan Jack yang tetap mau berteman dengannya saat semua orang enggan dekat-dekat dengan Auggie.
Tapi, semua hal itu tak lantas membuat Auggie benar-benar menyerah, walaupun sebenarnya dia hampir menyerah. Auggie melewatinya dengan santai dan menganggap semuanya adalah hal yang biasa dia jumpai. Ya, Auggie memang terbiasa berpura-pura tidak melihat ekspresi orang-orang saat melihatnya, dia terbiasa mendengar desas-desus yang terjadi di belakang kepalanya. Dia ahli dalam hal itu.
Seiring berjalannya waktu, Auggie menemukan teman-teman yang bersedia membantu dan melindunginya. Dia merasa sangat beruntung karena hal itu.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari buku ini. Bagaimana seharusnya kita mensyukuri nikmat Tuhan pada diri kita. Bagaimana harusnya kita memliki semangat seperti Auggie. Auggie adalah bocah hebat yang bisa bertahan dalam lingkungan sekolah yang mulanya tidak bersahabat dengannya. Dia sukses melewatinya tanpa harus benar-benar menyerah.
Oh, iya, Auggie memasuki kelas bahasa Inggris yang diajar oleh Mr. Browne yang meminta mereka untuk membuat pedoman hidup mereka sendiri. Pedoman-pedoman itu yang kemudian akan menyanggah kita pada apa yang ingin kita raih dan bisa menjadi pondasi yang cukup kokoh apabila kita benar-benar menjiwainya.
PEDOMAN KARTU POS AUGUST PULLMAN
Seharusnya semua orang di dunia ini mendapatkan sorak sorai penghormatan setidaknya satu kali dalam hidupnya, karena kita semua berhasil menghadapi dunia.
Semoga ini bisa menginspirasi kita, dan kalau singgah ke toko buku, jangan sungkan-sungkan untuk langsung mencari dan membawanya ke kasir!
Medan, ruang tamu banyak nyamuk
Selamat membaca!
TS
No comments:
Post a Comment