Pages

Tuesday, May 21, 2013

Hubungan Percakapan dan Ingatan

Hari monoton lainnya dengan kejiwaan yang nyaris mencapai kejenuhan teratas, sebuah percakapan sederhana namun menohok terjadi di sebuah ruang kelas di lantai atas, tepatnya meja ketiga deret ketiga pula. Dua makhluk, yang satu memiliki rezeki yang berlimpahyakni badan yang padat, sebut saja namanya Hilda. Sedang yang satu tampak kurus, entah karena makan hati atau memang cacingan, yang ini sebut saja Tias.

Tias: Da, kira-kira ingat gak, ya?

Hilda: Diakan gak sakit kali, berarti nggak.
T: Oo, berarti cuma yang sakit aja, ya, yang punya ingatan? Kasian, ya.
H: Nggak juga. Kalo bahagia kali pun pasti ingat.
T: Dia bahagia kali? Nggak mungkinlah. Aku nggak bahagia kali, nggak sedih kali juga, tapi ingat.
H: Halah, banyak cakap.
T: Lah, ini buktinya nggak nangis.
H: Yang ingat itu kalo nggak yang bahagia kali, yang sedih kali, ya yang emang pengingat.
T: Dia ingat gak?
H: Dia nggak senang, nggak sedih, nggak pengingat juga. Nggak.
T: Iya juga, ya, Da.
H: *bereng*

Jadi, sebenarnya ingatan itu punyanya siapa? Jadi, kenapa ingatan tidak bisa setidaknya membantu sebuah keadaan dalam masa krisisnya, putus misalnya? Okesip, ngawur. Bye!



Pojok kamar, meringkuk memeluk lepi
Iyas

No comments:

Post a Comment