Katanya,
hidup berawal dari sebuah mimpi. Banyak persepsi tentang mimpi itu sendiri.
Beberapa orang mengatakan, “Jangan bermimpi terlampau tinggi, kelak jatuh akan
mendalam sakitnya.”, beberapa ada pula yang seolah menjawab pemikiran pertama,
“Bagaimana kita tau bangkit, jika tak pernah jatuh sebelumnya?”, beberapa lagi
malah mengatakan, “Gantungkanlah mimpimu setinggi-tingginya, karena percayalah
kamu tidak akan jatuh sedalam-dalamnya.”. Atau yang lebih menggelikan, mereka yang
menghadang mimpi orang lain, entah itu dengan kata, maupun tindakan.
Terkadang
saya merasa lucu sekaligus prihatin melihat orang yang menertawai mimpi orang
lain hanya karena mimpi itu berada di luar lingkarannya. Layaknya sebuah
lelucon yang mustahil dan tidak masuk akal, mereka tertawa atas mimpi yang
setinggi langit itu. Katakanlah mereka yang tertawa itu adalah orang yang
merasa dirinya mampu atas segala hal, pun mimpi orang lain dia yang mengatur.
Apa mereka harus bertindak sekejam itu? Bukankah mimpi itu harusnya indah dan
tanpa beban? Kita bebas untuk menggantung mimpi di bentangan langit, di samping
itu, yang perlu kita lakukan hanyalah mengusahakan agar mimpi itu tidak menjadi
sekedar mimpi. Mereka yang tertawa sesungguhnya telah menghilangkan estetika
sebuah mimpi. Membuatnya menjadi buram, tampak jauh di atas, sehingga si
empunya mimpi tak mampu meraihnya. Seharusnya mereka yang tertawa itu
mengasihani diri mereka sendiri karena tidak mampu bermimpi setinggi orang yang
bermimpi di luar batas.
Kenapa
tidak mereka biarkan saja orang bermimpi setinggi-tingginya, biarpun mereka
bermimpi di luar lingkar yang mereka huni. Toh, masalah terwujud atau tidaknya
impian mereka, menjadi urusan mereka sendiri, sedang kita hanya menjadi
penonton pasif. Mimpi ada bukan untuk ditertawai, melainkan didukung dan diberi
curahan semangat. Mimpi tak memiliki batas teritori, batas cakrawala. Karena,
mematok mimpi orang lain, secara perlahan membunuh bagian lain dari dirinya.
Bagi
kalian pemimpi tanpa batas, coba lihat Ibu R. A. Kartini, beliau selalu
mengimpikan keluar dari tembok besar rumahnya hanya untuk mengemban pendidikan
yang layak. Tanpa memperdulikan cemooh saudara-saudaranya, beliau tetap
berjuang dengan caranya sendiri. Ditentangpun beliau oleh Ayahnya, beliau terus
mengusahakan agar mimpinya atas bangsa ini terwujud. Sebagai seorang bangsawan
pada zamannya, Ibu R. A. Kartini memiliki keteguhan yang luar biasa atas
mimpinya. Hasilnya? Bahkan, beberapa orang Belanda pun kagum atas keteguhan
hatinya.
Jangan
pernah merasa ragu untuk keluar dari lingkaran dan mulai bermimpi. Jangan
pernah puas hanya dengan menerawang menembus cakrawala tanpa merasakan euforia
saat mimpi itu tak lagi sebuah mimpi, melainkan bagian nyata dalam diri kita,
terasa dalam setiap pijakan yang kita ambil. Jangan pernah menyesal karena
memiliki mimpi, menyesallah karena tidak pernah bermimpi. Tidak ada mimpi yang
salah, yang ada hanya yakin atau tidak akan mimpi tersebut.
Kita
tak pernah tau, akan seperti apa fajar esok hari. Karena hari, tak sebatas hari
ini. Kita tak pernah tau, kemana angin akan berkelana. Karena, mata angin tak
hanya mengarah pada 8 penjuru. Mungkin salah satu dari banyak mata angin akan
membawa kita menuju mimpi yang diluar batas.
Selamat bermimpi,
Yas
Selamat bermimpi,
Yas
No comments:
Post a Comment