Pilih mana, nerima perlakuan yang teramat sangat manis tapi tanpa ada kepastian, atau ngebiarin semuanya berjalan kayak yang seharusnya dan duduk anteng nunggu bayangan abu-abu itu balik lagi? Nggak keduanya?
Pilih mana, masang tampang sok kuat tapi begitu gadak orang nangis ngeraung-raung kayak singa kelaperan, atau langsung nunjukin apa yang dirasain tapi yang dituju langsung ngeh harus kayak gimana? Nggak ada yang mendingan?
Pilih mana, mengerti tapi malah jadi pisau di nadi kita sendiri, atau berlalu menutup mata dan telinga tapi jatuh dilubang yang jelas-jelas menganga lebar di depan mata kita? Nggak ada yang lebih baik?
Salah langkah, hancur semuanya. Antara takut kehilangan dan kenyataan yang mengharuskan hati untuk ikhlas. Mencoba menulikan telinga untuk mengurangi ritme sayatan belati dalam hati. Sayangnya gerakan halus jarum jam itu masih bisa terdengar dengan sangat jelas, menghancurkan harapan untuk terbangun dari tidur panjang melelahkan. Tidak sedikitpun terdengar lelah untuk mengingatkan bahwa alurnya tetap berjalan.
Ketahuilah, bukan hanya dia yang terluka. Dia jatuh dengan tanganmu yang bersedia menariknya kembali. Di sini juga ada manusia yang masih menghirup udara dengan cara yang sama. Pikirkan dampak yang disebabkan kata-kata yang meluncur dari bibirmu. Aku memang tidak bisa seperti dia yang tidak perlu takut akan kehilangan sosok sepertimu. Aku bukan dia. Dia bukan aku. Tamengku tidak jauh lebih kuat dari yang dia miliki.
Mencoba memahami apa yang kau alami, apa yang kau bimbangkan. Ya, tidak terlalu sulit. Sudah terbiasa mungkin. Tapi, luputkah dari pandanganmu bagaimana menyiksanya setiap tarikan nafas yang kuambil setiap kali memulai perbincangan itu? Aku tidak terlalu bagus dalam berpura-pura. Aku selalu gagal ditengah-tengah peran yang kumainkan. Aku hanya perlu waktu.
Dibingungkan dengan jalan bercabang yang menjebak bukanlah hal yang menarik untuk dipamerkan di depan khalayak orang banyak. Memilih bukan salah satu hal yang tergolong dalam hobi yang pantas untuk diperdalam. Bahkan terkadang untuk memilih waktu yang tepat untuk tidurpun dibutuhkan kemantapan hati yang benar-benar mantap. Tapi, siapa yang tau akan jebakan dalam sebuah pilihan kalau kita tidak pernah berniat untuk melangkah dan membuka tirai yang menyimpan berbagai momen memilukan mengejutkan yang akan tetap bersarang disana kalau tidak ada yang mengusiknya. Bukankah pilihan memang selalu seperti itu? Kita dibiarkan menebak-nebak segala kemungkinan yang terjadi kalau kita memilih jalan ini, menebak-nebak segala kemungkinan yang terlewatkan kalau kita mengabaikan jalan satunya. Tidak akan ada yang terjawab sebelum kita mencapai garis akhir dari jalan yang kita pilih.
Mungkin munafik kalau aku mengatakan aku tidak merasakan apa-apa. Siapa bilang aku tidak geram? Bahkan gemericik air yang jatuh dengan halus pun terasa begitu memuakkannya kalau secara tak sengaja terigat tentang semuanya. Memuakkan memang. Tapi, inilah yang aku rasakan. Mungkin diluar pemikiranmu, mungkin kau tidak menyangka. Mengertilah. Hanya sedikit dari sekian banyak yang aku lontarkan pun itu sudah kuanggap sebagai sebuah hadiah.
No comments:
Post a Comment