Ini sudah yang kesekian kalinya aku merecokimu dengan ocehan tidak bermutu, pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban, yang tidak bisa kupungkiri kalau aku menginginkan jawaban langsung dari bibirmu. Begitu banyak maaf yang aku berikan entah dengan alasan apa. Bukan karena siapa yang salah atau apa yang salah, tapi karena aku merasa harus.
Aku terus bertahan dengan berpegang pada janji-janji dan kata-kata manis yang kau lontarkan padaku dulu, sebelum kau menginjakkan kakimu di seberang sana. Aku tetap mempercayaimu karena kau memintanya, karena waktu yang kita perjuangkan, karena kerikil-kerikil yang membuat "kita" ada, karena aku menunggumu untuk kembali. Percaya, bahwa kita bisa menantang jarak, menguasai kembali rindu yang harus kita pendam, bahwa waktu akan membawamu kembali.
Yang aku pertanyakan adalah, apakah kau melakukan hal yang sama? Apakah kau mempertahankan apa yang kita perjuangkan? Aku tidak pernah mengerti pikiranmu, sekalipun aku mencoba mengerti, berulang kali aku mencoba mengerti, sampai aku paham aku tidak bisa mengerti tentangmu. Aku merasa kalah dalam segala hal. Merasa kalau kau memang pantas untuk jenuh. Tapi, aku masih ingin seperti ini, menjadi milikmu, percaya padamu, menunggumu, mencintaimu. Aku masih menginginkan ucapan selamat tidur darimu, omelan-omelan yang kau cecoki padaku. Aku masih menginginkan bagaimana kita mengkhayalkan keberadaan satu sama lain. Menertawakan diri kita karena terlalu berharap pada khayalan, pada imajinasi dan kondisi yang kita ciptakan sendiri. Dunia yang menjadi milik kita sendiri, yang kita tutup untuk khalayak orang banyak, dan dunia yang membuat kita saling percaya tanpa janji.
Aku tidak tau apakah aku akan mengalah pada egoku untuk mengekangmu, tidak memberikan ruang bagimu untuk bersosialisasi entah dengan gadis yang jauh lebih segalanya tanpa menghiraukan suara di bawah kesadaranku untuk membiarkanmu bebas. Aku tidak ingin terlihat sebagai seorang anak perempuan yang memeluk barang kesayangannya kemanapun dia pergi, tanpa pernah mengijinkan orang lain menyentuhnya. Aku hanya ingin kau tetap memberiku alasan untuk percaya. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana kau mengatakan akan kau titipkan hatimu padaku. I'm trying to keep it, ya know? Semuanya akan sia-sia tanpamu yang turut menjaga pikiranmu.
Jangan biarkan gadis lain menjadi orang pertama yang kau cari saat kau membutuhkan dukungan, kecuali Ibu beserta kakak dan adikmu. Jangan biarkan gadis lain mencampakkan kepercayaanku padamu. Jangan biarkan dia menggantikanku. Jangan biarkan dia memiliki hatimu. Jangan biarkan dia menjadi orang yang kaucintai.
Menyebalkan. Aku terdengar seperti perempuan posesif. Tapi, memang begitulah kenyataan yang ingin kukatakan padamu. Kau mungkin bosan, kau mungkin jenuh, kau mungkin muak, tapi perasaanku masih sama.
No comments:
Post a Comment