Pages

Friday, November 16, 2012

Lihat Aku, Matahari

"Belum pernahkan berdiri di situ?" ledekmu sambil menunjuk ke panggung Taman Budaya. Aku hanya tersenyum, lagipula aku tidak bisa menjawab apa-apa.
"Kakak udah dua kali dong." lanjutmu menyombongkan diri. Aku hanya memasang wajah menjijikan. Toh tidak lama lagi aku akan berdiri di situ, pikirku dalam hati.

***
Ingat tidak pembicaraan singkat itu? Iya, terlalu menyebalkan untuk diingat. Rinduku semakin berusaha mendobrak pertahananku. Tapi, lihat, besok aku sudah akan bermain di panggung itu. Akan kutunjukkan padamu, Matahari.
Aku merindukanmu. Sangat. Padahal, tadinya aku pikir, aku bisa menyombongkan diri dihadapanmu, dan kau akan menanggapinya dengan tertawa sambil mengacak rambutku. Iya, aku tau. Sudah terlalu jauh imajinasi yang aku lukis, semuanya sudah bukan yang seperti itu.
Kenyataannya, besok aku bermain hanya untuk diriku sendiri, untuk angkatanku, untuk ekskulku. Harusnya, ada dirimu. Harusnya. Kalau seandainya, masih ada "kita". Kalau, kalau, kalau, hahaha. Angan-angan menyebalkan.
Aku masih belum bisa benar-benar pergi. Maaf. Aku masih berusaha untuk mencari celah supaya bisa mendapat sedikit saja dari sinarmu. Kalau kau tidak mau membaginya, akan kucuri saat kau terlelap, tenggelam dalam mimpimu. Akan ku telusuri bayang-bayangmu yang aku rangkai dari sisa-sisa kepingan dirimu yang tertinggal. Tapi, kau bahagia. Kau tidak terlihat mempertimbangkan kembali tentang ini. Kau sudah bergerak menjauh, jauh dari jangkauanku.

No comments:

Post a Comment