Sayang,
aku tau, amat tau, perjalanan kita masih sangat panjang. Terlalu dini bagi kita
untuk menentukan siapa yang terbaik. Akan selalu ada sosok yang datang silih
berganti baik di ruang hatimu maupun di hatiku. Semua kisah yang memiliki awal
akan selalu memiliki waktunya untuk mencapai akhir. Imajinasi yang acap kali
muncul akibat asupan cerita romantis menyesatkan membuatku berharap lebih.
Padahal, aku hidup dalam realita. Aku bersamamu yang berbeda dengan tokoh-tokoh
fiktif buah pikir manusia. Kau dan aku yang hidup beralaskan bumi yang sama,
dalam naungan langit yang sama, serta menghirup oksigen yang sama, tapi jelas
dengan pola pikir dan cara pandang serta takdir yang berbeda. Kita yang berbagi
panggung dengan ratusan juta jiwa manusia lainnya. Kita berbagi skenario dengan
manusia lainnya. Kita yang memutuskan untuk bersama sejak Mei lalu.
Sayang,
kalaupun kisah kita tidak mencapai akhir bahagia, setidaknya kita telah belajar
untuk tidak menyerah pada jarak, untuk tidak tunduk oleh rindu, dan tidak mati
karena waktu. Masing-masing dari kita menuntun diri kita sendiri ke seseorang
yang akan mengajarkan kita lebih dari ini. Membuka mata kita lebih dari yang
kau dan aku lakukan. Sebagai seorang perempuan, aku memang sering mengkhayalkan
kisah yang terlalu jauh untuk aku halusinasikan sekarang, aku selalu berharap
kalau yang terbaik bagimu adalah aku. Kalaupun kelak bukanlah dirimu yang
akhirnya duduk bersamaku, aku bahagia menjadi milikmu sekarang, ijinkan aku
memeluk hatimu lebih lama lagi, biarkan aku merangkai lebih banyak kata
untukmu. Aku tidak ingin setiap dari kita mengenang satu sama lain bukan
sebagai pelajaran melainkan kesalahan. Tidak ada yang salah, tidak aku, tidak
juga dirimu. Aku ingin, kalau aku memang harus mengenangmu, yang tersirat di
wajahku adalah rasa syukur karena aku telah diijinkan untuk mengenalmu, untuk
memiliki hatimu, untuk menjadi milikmu. Rasa syukur karena kaulah yang
membawaku pada diriku kelak, kaulah yang mengubah pandanganku terhadap sesuatu.
Aku juga berharap kau melakukan yang sama. Mengenangku tanpa umpatan, tanpa
penyesalan, tetapi rasa syukur yang menghangatkan dirimu. Saat ini, aku
menyayangimu dengan hati, jiwa, dan pikiranku, dengan kesadaran yang aku
kuasai.
Sayang,
sering kali dari ribuan kata yang mengalun, tak satupun dari mereka yang mampu
mendeskripsikan hati dengan spesifik. Kita terlalu sering memilih abjad bisu
untuk menjelaskan semuanya ketimbang hati. Karena, apa yang perlu diuraikan itu
adalah sesuatu yang dirasakan, bukan diucapkan secara singkat. Kerinduan yang
sering menghantam tanpa pernah sanggup aku jabarkan keberadaannya, membawa kesadaranku jauh kedalam dunia tidurku, dunia di mana
aku bisa merengkuhmu tanpa harus memikirkan yang lain, dunia di mana dirimu
terasa amat dekat, dunia di mana jarak itu hancur tanpa sisa. Kerinduan yang
bahkan aku tidak tau bagaimana rasa yang sesungguhnya, gejolak yang terus
memainkan ritme detak jantungku, menyulitkanku untuk sekedar menghirup udara
kotor.
Kita
memang tidak bisa menentukan dengan siapa, di mana, dan bagaimana kita kelak,
tapi setidaknya kau dan aku menciptakan “kita” sebagai bekal yang bisa kita
bawa. Sebagai album yang kelak akan kita buka dengan segala kerinduan yang
membabi buta. Sebagai kenangan yang kita jadikan pelajaran. Aku bahagia dengan
kita.
No comments:
Post a Comment